Sunday, June 24, 2012

Galau part kesekian

gelap
gelap
kelam
kelam
kelabu
kelabu
samar
samar
kacau
kacau
letih
letih
........aku

Thursday, June 21, 2012

Pendidikan karakter dan defek moral


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
     Manusia merupakan makhluk sosial yang mana dalam hidupnya ia tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa adanya campur tangan orang lain, demikian pula sebaliknya, setiap individu akan membutuhkan individu lainnya untuk memenuhi setiap kebuthannya. Kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas menjadikan manusia semakin bergantung satu sama lainnya dan juga dengan alam di sekitarnya.
     Manusia tidak serta merta dapat menetukan langkah hidupnya sebagai makhluk sosial, tetapi ada sustu proses yang harus dilaluinya. Diawali dengan adanya sosialisasi dalam keluarga semasa kanak-kanaknya hingga berada langsung di tengah-tengah masyarakat luas sebagai orang dewasa.
     Umumnya manusia akan mengalami masa pra sekolah, di masa itu manusia mendapatkan pendidikan terutama dari kedua orang tuanya. Mas selanjutnya adalah masa sekolah. Pada masa sekolah manusia akan mendapatkan pendidikan formal dari orang-orang yang disebut sebagai guru.
     Guru berkewajiban memanusiakan manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Guru juga mempunyai beban moral untuk membimbing peserta didiknya agar mendapatkan sosialisasi yang sempurna di bawah bimbingannya. Seorang guru harus memiliki kualifikasi tertentu agar tidak salah asuhan terhadap peserta didiknya yang akan menjadi generasi penerus kelak.
     Guru yang tidak memenuhi kompetensi tidak selalu menghasilkan peserta didik yang mengalami penyimpangan. Dewasa ini, lingkungan juga sangat mempengaruhi tigkah laku peserta didik itu sendiri setelah menjadi manusia dewasa.
     Banyak kasus-kasus korupsi yang terungkap setelah negara mengalami kerugian yang sangat besar oleh beberapa oknum. Oknum-oknum tersebut tentulah orang berpendidikan yang pernah merasakan dunia sekolah dalam hidupnya hingga ia menduduki jabatan tertentu dan memungkinkan ia melakukan tindak korupsi.
     Permasalahan seperti halnya korupsi bukan berarti kesalahan guru pada masa sekolahnya dahulu. Lingkungan biasanya menuntut seseorang untuk mendapatkan hal lebih dari yang ia inginkan dan lebih dari kemampuannya untuk memiliki sesuatu tersebut secara normal, hingga bisa tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme itu bisa dilakukan.
     Guru memiliki peran besar dalam hal ini. seorang guru yang baik dan kompeten harus mampu mengatasi dan mencegah defek moral peserta didiknya sejak awal dan menanamkan pendidikan karakter yang kuat dalam diri peserta didiknya sehingga akan terus melakat dalam jiwa peserta didik tersebut hingga ia dewasa kelak.
     Untuk memahami dan lebih jelasnya lagi, sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Kewarganegaraan yang kelak menjadi guru PKn yang tentunya identik dengan moralitas dan nasionalisme tentunya sangat penting untuk mengetahui kriteria guru Pkn yang baik sehingga mampu mencegah dan mengatasi defek moral yang terjadi di sekitar kita.
     Selain itu, studi kasus korupsi “Syarifudin dan Nazarudin” akan memperkuat pemahaman materi mata kuliah Korupsi Patologi Sosial dengan cara mengemukakan gagasan dan ide berdasarkan teori dan konsep yang berlaku secara umum.

B.     Rumusan  Masalah
     Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dirumuskanlah beberapa permaslahan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah cara mengubah atau mengatasi defek moral?
2.      Bagaimanakah kriteria calon guru Pkn yang baik pada saat sekarang ini?
3.      Bagaimanakah kasus Syarifudin dan Nazarudin dalam sudut pandang etika dan normatif?
4.      Apa sajakah fenomena yang berkaitan dengan kasus Syarifudin dan Nazarudin?

C.    Tujuan Penulisan
     Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sejalan dengan rumusan masalah yang ada, yaitu untuk:
1.      Memberikan informasi tentang cara mengubah dan mengatasi defek moral
2.      Menjabarkan kriteria calon guru PKn dan Moral Pancasila yang baik
3.      Membahas kasus Syarifudin dan Nazarudin dari sudut pandang etika dan normatif
4.      Menjelaskan dan memberikan argumen tentang kasus Syarifudin dan Nazarudin dan kaitannya terhadap white coral crime, nasionalisme, dan upaya melarikan diri dari masalah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Cara Mengubah atau Mengatasi Defek Moral
     Moral berasal dari Bahasa Latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adap kebiasaan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perkatan dan perbuatan. Secara istilah, moral merupakan istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai kehendak, pendapat atau perbuatan secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, dan buruk.
     Dengan demikian, moral dapat diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk memberikan batsan terhadap aktivitas manusia dengan nilai ayau ketentuan berupa baik-buruk maupun benar-salah. Orang yang bermoral dapat diartikan sebagai orang yang berkelakuan baik dalam kehidupan sehari-harinya. Adapun yang menjadi tolak uukr penentuan perbuatan baik atau buruk adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang serta sedang berlangsung di masyarakat, sedangkan etika menentukan nilai perbuatan manusia baik dan buruk yang tolak ukurnya adalah akal rasio manusia. Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan, dan lainnya yang berlaku di dalam masyarakat.
     Dalam kehidupan bermasyarakat ada anak-anak yang mengalami perkembangan pribadi yang regresif serta kerusakan pada fungsi intelektualnya, sehingga interrelasi kemanusiaannya menjadi miksin, beku, steril tanpa afeksi yang adakalanya disertai penolakan terhadap super-ego dan hati nurani sendiri hingga akhirnya muncul kebekuan moral.
     Anak-anak yang demikian itu digolongkan pada kelompo defek (cacat) moral. Orientasi sosialnya rusak, hal itu menyebabkan mereka menjadi autis dan psikotis. Mereka mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang buruk, dan sifatnya sangat egois. Pada umumya mereka melakukan tindakan yang meledak-ledak tanpa belas kasihan, tanpa ampun, dan tidak mengenal belas kasihan. Hatinya beku membatu tanpa afeksi sama sekali.
     Anak yang mengalami defek moral di masa kecilnya kebanyakan akan menjadi orang dewasa yang defisien moral. Ketika seorang anak pada masa mudanya mengalami defek moral karena pengaruh lingkungan yang kejam dan buruk, di kemudian hari mereka mengembangkan kecenderungan-kecenderungan kriminal, dimana ancaman dan hukuman tidak mempan mencegah dan melarang perbuatan mereka. Adapun ciri-ciri orang yang mengalami defek moral antara lain ialah sebagai berikut:
1.      Secara fisik dan organik mereka normal bahkan ada yang sangat pandai dan briliant, pintar berbicara, dan cerdik menarik. Tapi mereka keras kepala, banyak tingkah, tidak bisa diperhitungkan, mudah berubah, dan sangat munfik.
2.      Tiak toleran, suka melanggar aturan, disiplin, norma, dan otoritas. Mereka jadi penyimpang dan penjahat yang permanen.
3.      Sangat sombong, ada penilaian lebih terhadap diri sendiri, tidak tahu malu, tidak tahu harga diri, tidak bisa belajar dan pengalaman-pengalaman terutama kebaikan.
4.      Tidak tahu belas kasih, tanpa mengenal afeksi, tidak pernah merasa bersalah atau berdosa, dan mau menang sendiri. Sangat egosentris, tidak mau memperdulikan hak orang lain sehingga selalu menghina dan menerjang perasaan orang lain dengan perangainya yang sangat kasar.
5.      Tidak punya kesadaran bertanggung jawab secara susila.
     Setelah mengetahui ciri-ciri orang yang mengalami defek moral secara gamblang maka harus dilakukan upaya untuk mengubah atau mengatasi permasalahan tersebut.yaitu dengan cara memberikan pendidikan moral guna menyelamatkan generasi yang akan datang.
1.         Pendidikan moral di awali dari lingkungan keluarga. Pertama adalah mengharmoniskan hubungan Ibu dan Bapak, sehingga dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya.
2.         Memberikan bimbingan kerohanian bagi anak, sehingga ia mengenal Tuhan dan mengerti arti ketuhanan. Karena pendidikan moral yang paling baik terdapat dalam agama, karena nilai moral yang dapat dipatuhi dengan suka rela, tanpa ada paksaan dari luar, hanya dari kesadaran diri, datangnya dari keyakinan beragama.
3.         Sebagai orang tua wajib memberikan bimbingan pada anak-anaknya, jangan sampai membiarkan anak-anaknya tumbuh tanpa bimbingan, atau hanya diserahkan pada guru di sekolah.
4.         Orang tua memberikan jaminan atas segala kebutuhan anaknya, baik fisk maupun psikis dan sosial. Sehingga si anak merasa tentram dan hidup tenang tanpa kekecewaan.
5.         Memerikan dukungan padanya pada saat ia berada dalam amsa sekolah. Hendaknya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi penumbuhan dan pengembangan mental dan moral anak didik, di samping tempat pemberian pengetahuan, pendidikan keterampilan dan pengembangan bakat dan kecerdasan.
6.         segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan (pengajaran baik guru, buku, peraturan dan alat-alat di sekolah) dapat membawanya pada mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat lega dan tenang dalam pertumbuhan dan jiwanya tidak terguncang.
7.         Mengusahakan supaya masyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari betapa pentingnya masalah pendidikan anak, terutama pendidikan agama.
8.         Segala macam buku, gambar, tulisan, dan bacaan yang akan membawa kerusakan moral anak perlu dilarang peredarannya. Semua itu akan merusak mental dan moral generasi muda, yang sekaligus akan menghancurkan masa depan bangsa kita.
     Dengan mengetahui cara-cara tersebut diharapkan setiap orang yang melihat dan merasakan adanya orang lain yang mengalami defek moral di sekitarnya dapat mengubah dan mengatsi permasalahan tersebut.

B.     Kriteria Calon Guru PKn dan Moral Pancasila yang Baik
     Untuk menjadi seorang guru yang baik tentunya para calon guru haruslah memenuhi kriteria tertentu yang merupakan kompetensi dan kualifikasi tertentu. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen  dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
     Seorang guru dalam mengemban tugasnya harus berdasarkan pada kode etik tertentu yang harus dipatuhi. Mengacu pada kode etik guru yang berlaku saat ini, maka seorang calon guru PKn harus memiliki beberapa sikap berikut ini:
1.      Ihklas dalam mengajarkan ilmu yang dimilikinya dengan hanya mengharapkan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Mampu memandang peserta didiknya seperti anaknya sendiri kelak agar tidak melakukan hal-hal yang mengecewakan dan melukai mereka
3.      Bijaksana dalam mengajar, yang berarti dapat mengambil suatu sistem dan metode mengajar yang tepat.
4.      Dapat memperkirakan dan menentukan waktu yang tepat untuk mengajar sehingga peserta didik tidak bosan
5.      memberikan teladan yang baik bagi peserta didiknya kelak.
     Dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan dalam pasal 10 bahwa kompetensi guru meliputi hal-hal berikut ini:
1.      Kompetensi pedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
2.      Kompetensi kepribadian, adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik
3.      Kompetensi sosial, adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
4.      Kompetensi profesional, adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
     Sebagai calon guru tentunya itu harus ditumbuhkan bahkan sebelum menjadi seorang guru, karena nantinya akan berkutat di lingkungan pendidikan yang menuntut empat hal tersebut. Guru yang baik dalam mengajar adalah guru yang memiliki beberapa karakteristik dan kompetensi yang dibutuhkan dalam proses mengajar. Secara garis besarnya, seorang guru dituntut untuk memiliki karakteristik pribadi, karakteristik profesional, dan karakteristik keahlian. Tiga kualitas tersebut merupakan karakteristik utama yang menentukan kualitas suatu pembelajaran.
     Dalam mengemban suatu tugas dan tanggung jawab, tentu tidak boleh menganggap enteng dan melakukannya secara setengah-setengah. Profesi guru hendaknya diemban sebagai amanah dan panggilan jiwa dan bukan hanya karena keterpaksaan atau ikut-ikutan saja. Oleh karenanya, calon guru yang baik harus memiliki kriteria berikut ini berdasarkan fakta di lapangan yang menunjukkan banyaknya guru yang melaksanakan tugasnya hanya karena keterpaksaan dan ikut-ikutan saja, yaitu:
1.      Memiliki minat yang besar terhadap mata pelajaran yang kelak akan diajarkannya, dalam hal ini tentunya PKn dan Moral Pancasila.
2.      Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian dan suasana hati secra tepat sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar terutama di kelas
3.      Memiliki kesabaran, keakraban, dan sensitivitas yang diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar
4.      Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis dalam usaha memberi penjelasan pada siswanya kelak.
5.      Memiliki kualifikasi memadai dalam bidangnya baik isi maupun metode mengajar
6.      Memiliki sikap terbuka dan luwes dalam enggunakan metode mengajar agar anak tidak bosan dan sesuia dengan perkembangan zaman.
     Dari semua kriteria calon guru Pkn dan Moral Pancasila yang telah dijelaskan di atas, bila dihayati dengan baik dan kemudian diterapkan ketika menjadi guru kelak, tentunya akan memberikan dampak positif bagi generasi yang akan datang dan dapat menekan terjadinya defek moral.

C.    Kasus Syarifudin dan Nazarudin dalam Sudut Pandang Etika dan Normatif
     Baik Syarifudin maupun Nazarudin, keduanya berkecimpung dalam dunia politik. Bila faktanya terjadi kasus yang melibatkan keduanya sampai ke ranah hukum tentunya hal tersebut bertentangan dengan etika yang berklaku dalam dunia politik, karena semuanya telah diatur dengan aturan dan sanksi yang jelas pula.
     Brhanuddin Salam (1196:113) menjelaskan bahwa satu keyakinan yang selalu ada dalam pandangan etika ialah bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Politik dalam pandangan etika tidak lebih dari suatu alat. Hanyalah alat yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia.
     Etika sebagai suatu pengetahuan, fungsinya juga adalah sebagai alat membantu menyadarkan orang-orang yang dipercayakan memegang salah satu dari tugas pemerintahan, supaya bersedia melandasi kekuasaan dengan rasa etik. Rasa etik yang dimaksud tidak lain adalah etika pancasila.
     Etika yang dijiwai oleh falsafah negara Pancasila, disebutkan etika Pancasila, yaitu meliputi:
1. Etika yang berjiwa Ketuhanan Yang Esa
2. Etika yang berprikemanusiaan
3. Etika yang dijiwai oleh rasa kesatuan nasional
4. Etika yang berjiwa demokrasi
5. Etika yang berkeadilan sosial.
Kasus Syarifudin dan Nazarudin merupakan kasus korupsi yang tentunya sangat merugikan negara dan menyengsarakan rakyat banyak. Dari sudut pandang etika, kasus itu berarti mengandung unsur penyalahgunaan kepercayaan, meremehkan tanggung jawab moral yang dituntut orang banyak, sekaligus merupakan penyimpangan terhadap norma hukum dan sosial.
Pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme seperti halnya Syarifudin dan Nazarudin telah mengorbankan perasaan batinnya, mengingkari ajaran dosa yang diwujudkan pada tindak membohongi dan memeras orang lain, rakus menerima sesuatu yang seharusnya diberikan pada negara, bersekongkol dengan pihak lain dalam melakukan pelanggaran hukum demi keuntungan pribadi dan menodai janji yang diikrarkan demi Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan dari sudut pandang normatif, sudah barang pasti bahwa kasus keduanya merupakan hal yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan aturan yang berlaku di masyarakat.
Menyikapi kasus ini, maka yang harus mendapatkan sorotan saat ini adalah para aparat penegak hukum. Karena, persoalan Nazarudin ini sebenarnya berawal dari masalah hukum dan masalah hukum hanya bisa diselesaikan kalau Nazarudi bisa ditangkap atau didatangkan.
Meskipun seluruh rakyat Indonesia mendesak agar kasus ini dibuka seterang-terangnya. Rakyat memang tidak serta merta menyampaikan kekecewaannya, namun mereka akan mengingat setiap tindakan yang menyimpang, dan melanggar hukum yang dilakukan oleh para politisi semisal Syarifudin dan juga Nazarudin. Tentunya rakyat berharap agar hukum di terapkan dan ditegakkan di republik ini, mengadili para pelu korupsi ke pengadilan dan tnjukkan kesalahan-kesalahan sesuai dengan pasal-pasal yang dilanggar mereka, yang demikian itu berarti pendekatan secara normatif.

D.    Kasus Syarifudin dan Nazarudin dan Kaitannya dengan Sakitnya Pelaku Kejahatan di Luar Negeri, White Coral Crime, dan Nasionalisme
     Kasus syarifudin dan Nazarudin mampu membuka mata kita semua sebagai warga yang melek hukum. Bukan sesuatu yang baru lagi jika para pelaku kejahatan banyak yang terserang penyakit sehingga dengan kemampuan finansialnya memungkinkan untuk berobat ke luar negri.
     Kebetulan ataupun tidak, sakitnya para pelaku kejahatan itu umumnya hampir selalu bertepatan dengan waktunya pemanggilan dan pemeriksaan secara hukum oleh pihak yang berwenang. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai tindakan melarikan diri.
     Perilaku melarikan diri para pelaku kejahatan itu menunjukkan menurunnya rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. Tindak pidana korupsi itu sendiri sudah bertolak belakang dengan nasionalisme, terlebih lagi bila ditambah dengan upaya menghindar dan melarikan diri.
     Dewasa ini, hasil pengamatan para ahli tidak dapat dipungkiri, rasa nasionalisme bangsa kita sangatlah menipis, bahkan terancam punah. Yang muncul adalah Ikatan Primordialisme, yang berkiblat pada ikatan kesukuan, keagamaan, dan atau antar golongan.
     Korupsi yang talah membudaya di Indonesia telah membuat kerusakan-kerusakan parah bahakan sampai kepada budaya perilaku masyarakat lapisan bawah yang memandang korupsi sebagai bagian dari sistem sosial, politik, ekonomi, hukum, dan pemerintahan. Sekalipun dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi muali dari UU No.31 tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001 yang dalam pertimbangannya telah menegaskan bahwa akibat dari tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi. Korupsi tidak hanya sekedar merusak keuangan negara, akan tetapi merusak seluruh sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara yang berdaulat.
     Kasus Syarifudin dan Nazarudin juga ada kaitannya dengan white colar crime. Menurut Coleman (1985:5), white colar crime adalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang yang dilakukan dalam pekerjaan yang dihormati dan sah. Aktivitas tersebut bertujuan untuk mendapatkan uang.
     Kasus tindak pidana korupsi dalam white coral crime termasuk ke dalam organizational crime. Albanses (1987:7), mengkonsepkan organizational sebagai kejahatan yang didasarkan timbul maupun adanya rencana dan tipu muslihat, namun tidak terbaatas pada kejahatan berhubungan dengan pekerjaan. Kejahatan itu dilakukan berdasarkan kesempatan yang diciptakan melalui pekerjaan yang legal. Itu berarti korupsi memang mungkin dilakukan oleh siapapun yang tidak memiliki hati nurani dan rasa nasionalisme tinggi.
     Berbagai macam kasus yang berkaitan dengan moral seperti halnya korupsi tidak akan terjadi bila setiap individu yang menduduki suatu jabatan tertentu memiliki kepribadian dan karakter yang kuat. Pendidikan karakter itu harus ditanamkan sejak usia pra sekolah dan seterusnya. Itu berarti orang tua, guru serta lingkungan sangat berperan dalam menentukan moral individu tersebut ke depannya.










BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
                 Berdasarkan pembahasan materi pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Defek moral dapat diubah dan diatasi dengan cara memberikan pendidikan moral sejak anak dalam masa pra sekolah yang kemudian diperkuat melalui lingkungan sekolah dan masyarakat dimana ia berada melalui pendidikan karakternya.
2.      Kriteria yang baik bagi calon guru akan menjadi bekal yang baik bila dihayati dan diterapkan kelak ketika menjalankan profesi guru
3.      Korupsi merupakan penyakit moral yang termasuk dalam white coral crime yang menandakan menipisnya rasa nasionalisme.

B.   Saran
                 Berdasarkan simpulan yang ada, maka penulis memberikan beberapa saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan berhubungan dengan adanya makalah dengan tema serupa, diantaranya adalah:
1.      Tanamkan pendidikan karakter dalam diri anak sejak dini
2.      Berikan dukungan rohani kepada siapapun untuk mengenalkannya pada Tuhan dan memahami arti ketuhanan sehingga ia akan menghindari hal-hal yang tidak Tuhan kehendaki
3.      Jadilah guru Pkn yang baik dengan menhayati setiap kriteria yang telah penulis coba ajukan dalam makalah ini berdasarkan acuan-acuan tertentu









DAFTAR PUSTAKA

Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Remaja Rosda Karya Bandung
Salam, Burhanuddin. 1996. Etika Sosial. Bandung: Penerbit Rineka Cipta
Soekanto, Soerjono. 1980. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Rajawali Grasindo Persada
http://alsaindonesia.org/site/tindak-pidana-korupsi-dan-rasa-nasionalisme-bangsa/

pemilu dalam demokrasi indonesia


POSISI PEMELIHAN UMUM DALAM KEHIDUPAN BERDEMOKRASI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setelah bubarnya Uni Soviet di masa akhir perang dunia ke-2, berimbas pada bubarnya persekutuan negara-negara blok Timur, posisi rakyat kembali diperhatikan dalam hal menentukan kepemimpinan politik. Salah satu wujud keterlibatan rakyat dalam proses politik adalah dengan adanya pemilihan umum.
Pemilihan umum atau seterusnya akan disingkat menjadi pemilu, merupakan sarana bagi rakyat untuk ikut menentukan kriteria dan arah kepemimpinan negara dalam periode waktu tertentu. Ide demokrasi diartikan sebagai menjad sesuatu yang dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara.
Indonesia sendiri telah melakukan 10 kali pemilu (pemilihan umum) ini berdasarkan sejarah yang tercatat, meskipun sebenarnya sebelum pemilu pertama kali pada tahun sebelum 1955 Indonesia juga pernah melakukan pemilu. Namun hanya berkisar lokal seperti pada pemilu pada tahun 1948 di Yogyakarta, 1951 di Minahasa dan Sangihe Talaud, tahun 1952 di Makasar dan masih banyak lagi pemilu-pemilu yang dilakukan di Indonesia. Dari sejak itu sampai sekarang pemilu selalu digunakan untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dalam memilih para wakilnya untuk dapat duduk di kursi penguasa.
Pasa awalnya pemilu Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amamdemen keempat UUD 1945 pada tahun 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden yang semula dilakukan oleh MPR dilakukan langsung oleh rakyat, sehngga pilpres pun masuk ke dalam ranah pemilu. Dewasa ini, istilah pemilu di masyarakat lebih sering merujuk pada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakl presiden yang diadakan setiap lima tahun sekali.
Makalah ini merupakan tugas aplikasi pemahaman dari mata kuliah Demokrasi dan Pemilu di jurusan Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan untuk  lebih memperdalam pengetahuan dan informasi untuk turut mencermati sejarah pemilu dan posisi pemilu di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dirumuskanlah beberapa permasalahn sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah pemilu di Indonesia?
2.      Bagaiamana posisi pemilu di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sejalan dengan permasalahan yang ada, yaitu untuk:
1.      Mengetahui sejarah pemilu di Indonesia
2.      Menjelaskan posisi pemilu di Indonesia

D.    Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara,
1.      Teoritis
Bagi penulis, makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pemahaman dalm materi mata kuliah Demokrasi Pemilu khususnya mengena sejarah pemilu dan posisi pemilu di Indonesia.
2.      Praktis
Bagi almamater, makalah ini dapat menambah referensi yang ada dan dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan, terutama yang berkaitan dengan mata kuliah Demokrasi Pemilu.
Bagi pembaca, makalah ini dapat menjadi bahan bacan penambah wawasan dan sumbangan kepustakaan bagi pembaca yang memiliki minat lebih dalam materi yang serupa atau berkaitan dan dapat dijadikan acuan dalam penelitian dengan bahasan yang serupa maupun penelitian lanjutan di masa yang akan datang.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pemilu
Salah satu ciri negara demokratis adalah terselenggaranya kegiatan pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.
Pemilu bagi sutu negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilu memiliki arti penting sebaga berikut:
1.      Untuk mendukung atau mengubah personil dalam lembaga legislatif
2.      Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk periode waktu tertentu
3.      Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan eksekutif.
Pemilihan umum disebut juga dengan “Political Market” (Dr. Indria Samego). Arrtinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat bernteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melaluiu media massa cetak, audio, maupun audio visual serta media lainnya seperti spanduk, pamfelt, selebaran bahkan kamunikasi pribadi secara tatap muka atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengena program, platform, asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif.
Menurut rumusan penjelasan UU No.15 Tahun 1969, tentang pemilihan Umum, yang masih berlaku sampa tahun Pemilu 1997, disebutkan bahwa tujuan pemilu adalah: “Dalam mewujudkan penyusunan tat kehidupan yang dijiwai semangat cita-cita Revolusi Kemerdekaan RI Proklamasi 17 agustus 1945 sebagaimana tersenut dalam Pancasila dan UUD 1945, maka penyusunan tata kehidupan itu harus dilaksanakan dengan jalan pemilihan umum. Dengan demikian, diadakan peilihan umum tidak sekedar memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan, dan juga tidak memilih wakil-wakil rakyat untuk menyusun negara baru, tetapi suatu pemilihan wakil-wakil rakyat oleh rakyat yang membawa isi hati nurani rakyat dalam melanjutkan perjuangan, mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan NKRI bersumber pada Proklamasi 17 agustus 1945 guna memnuhi dan mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Pemilihan umum adalah suatu alat yang penggunaannya tidak boleh mengakibatkan rusaknya sendi-sendi demokrasi dan bahkan menimbulkan hal-hal yang menderitakan rakyat, tetapi harus menjamin suksesnya perjuangan orde baru, yaitu tetap tegaknya Pancasila dan dipertahankan UUD 1945”.
Makna yang tersimpul dari tujuan pemilu di atas merupakan fundamen pelaksanaan demokrasi di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan tujuan pemilu menurut UU No.12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD adalah pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun tujuan pemilihan umum berdasarkan UU No.23 tentang Pemilihan Umum Presiden dan wakil Presiden adalah untuk memilih presiden dan wakil presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintah negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia”. Asal “Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilihan diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Kenudian rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanay diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “jujur dan adil”. Asas jujur mengandung arti bahwa peilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan baha setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan dipilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Asas pemilu menurut UU No.12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD meliputi:
1.      Langsung, artinya rakyat pemilih mempunya hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
2.      Umum, artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).
3.      Bebas, artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.
4.      Rahasia, artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).
5.      Jujur, dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.      Adil, dalam penyelenggaraan pemilu setap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Agar pemilihan umum terlaksana dengan baik, sesua dengan arahan dan mekanisme yang ditetapkan undang-undang penyelenggaraan pemilu, maka sistem pemilihan umum dilaksanakan dengan mengikuti sistem yang berdasarkan kelaziman, dalam praktik ketatnegaraan, sistem pemilu dikenal dua cara sistem pemilu, yaitu:
1.      Sistem perwakilan distrik/mayoritas, wilayah negara dibagi dalm distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih. Setiap daerah pemilihan akan diwakili oleh hanya satu orang yang akan duduk di perwakilan rakyat.
2.      Sistem perwakilan berimbang, perwakilan proporsional, persentase kursi lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik. Pembagian kursi di badan perwakilan rakyat tergantung kepada berapa jumlah suara yang di dapat setiap partai politik yang ikut pemilihan umum.
Sistem pemilihan umum di Indonesia sejak pemilu pertama tahun 1955 sampai dengan pemilu yang kesepuluh tahun 2004, Indonesia telah menggunakan lima sistem pemilu, yaitu:
1.      Pada pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem Proporsional yang tidak murni.
2.      Pada pemilu kedua tahun 1971, Indonesia menggunakan sistem perwakilan bermbang dengan stelsel daftar.
3.      Pada pemilu ketiga tahun 1977 s/d pemilu kedelapan tahun 1997, Indonesia menggunakan sistem proporsional.
4.      Pada pemilu kesembilan tahun 1999, Indonesia menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar.
5.      Pada pemilu kesepuluh tahun 2004, Indonesia menggunakan sistem perwakilan proporsional.
6.      Pada pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004, Indonesia menggunakan sistem distrik berwakil banyak.

B.      Demokrasi
Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekkuasaan berada di tangan banyak orang (rakyat). Dalam perkembangannya, demokrasi menjad sauatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip “tias politica” yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatf, dan legislatif) untuk mewujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lainnya. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip check and balance.
Kedaulatan rakyat yng dimaksud di sin bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presidennya hanyalah sedikit dar sekian banyak kedaulatan rakyat.
Walaupun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berfikir lama dar sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apapun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sstem yang sudah teruj mampu membangun negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus dgunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkal menmbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demokrasi adalah suatu pemikiran manusia yang mempunyai kebebasan berbixara, mengeluarkan pendapat. Negara Indonesia menunjukkan sebuah negara yang sukses menuju demokrasi sebagai bukti yang nyata, dalam pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Selain itu bebas menyelenggarakan kebebasan pers. Semua warga negara bebas berbicara, mengeluarkan pendapat, mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Demokrasi memberiakn kebebasab untuk mengeluarkan pendapat bahkan dalam emmilih salah satu keyakinan pun dibebaskan.
Untuk membangun suatu sistem demokrasi di suatu negara bukanlah hal yang mudah karena tidak menutup kemungkinan pembangunan sistem demokrasi di suatu negara akan mengalami kegagalan. Tetapi yang harus kita banggakan adalah demokras di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat, contohnya dari segi kebebasan, berkeyakinan, berpendapat ataupun berkumpul mereka bebas bergaul tanpa ada diskriminasi.
Meskipun demikian, bukan berarti demokrsi di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna, masih banayk kritik-kritik yang muncul terhadap pemerintah yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Berdasarkan survey tngkat kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi semakin besar bahkan demokrasi adalah sistem yang terbaik meskipun sistem demokrasi itu tdak sempurna.
Demokarsi pertama berkembang di Athena, di saat Yunani memiliki filsuf-filsuf yang cerdas, seperti Plato dan Aristoteles. Sejarah membuktikan bahwa negara yang pertama membiarkan rakyatnya berpendapat dalam politik adalah Yunani. Perkembangan ilmu politik melahirkan macam-macam demokras dunia, yaitu:
1.      Demokrasi Terpimpin
Paham politik in dicetuskan oleh Soekarno. Awalnya, pada tahun 1957 saat pengunduran diri yang dilakukan oleh Ali Sastroamidjojo sebagai Ketua Parlemen. Karena sudah tidak ada lagi parlemen, maka demokrasi parlementer yang dianut Indonesia kala itu hangus. Apalagi tak lama setelah pengunduran diri dari perdana menteri, pada 5 juli 1959 persiden Soekarno membubarkan parlemen dan mengeluarkan dekrit presiden.
Pada masa demokrasi terpimpin, Soekarno menjadu kekuatan politik yang hampir tidak tergoyahkan. Bahkan pada saat itu beliau mencalonkan untuk menjad presiden seumur hidup. Namun konsep ini ditentang oleh Hatta yang menganggap sistem pemerintahan ini malah mengembalikan Indonesia ke negara feodal dan berpusat pada raja.

2.      Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer adalah sebuah sistem demokrasi yang pengawasannya dilakukan oleh parlemen. Ciri utama negara yang menganut paham demokrasi parlementer adalah dengan adanya parlemen dalam sistem pemerintahannya. Indonesia pernah mencobanya, pada saat pertama merdeka hingga tahun 1957.
Kekuatan demokrasi parlementer dipengaruhi oleh hubungan antara parlemen dan pemerintah yang berkuasa. Di negara-negara federal, hubungan antara pemerintahan dan parlemen mempunya dua keistimewaan.
Pertama, kepala pemerintahan dipilih oleh parlemen, tapi bisa dicopot dari jabatannya oleh mosi tidak percaya yang dikeluarkan. Hal ni menyiratkan bahwa kekuasaan sebuah pemerintahan sangat bergantung pada kepercayaan parlemen. Kedua, sebagian besar dari anggota pemerintahan yang ada merupakan anggota parlemen juga. Hal inilah yang merupakan ciri khas sitem demokrasi ini.

3.      Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal adalah salah satu paham yang mendorong munculnya banyak partai politik. Karena dalam praktiknya, setiap masyarakat mempunyai hak yang sama berkecimpung dalam pemerintahan. Dalam sstem poltik ini, pemilu harus dilakukab secara bebas dan adil. Selain itu, pemilihan kepala pemerintahan harus kompetitif.
Demokrasi liberal mengharuskan rakyat memiliki kesadaran politik yang tingggi. Karena banyaknya paham politik dan kebebasan untuk memilih, maka rakyat harus bisa mencerna dengan baik visi dan misi dari partai politik tersebut.
Masyarakat yang berhak mengikuti pemilu adalah masyarakat yang sudah dewasa. Semua warga negara memiliki hak yang sama dalam memilih. Tdak memandang laki-laki, perempuan, atau ras apapun. Samapai saat ini, Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi sistem politik demokrasi liberal.
Lebih jelasnya, demokrasi yang dianut Indonesia adalah demokrasi Pancasila karena demokrasi yang ada didasari oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Oleh karena itu, demokrasi Pancasila memiliki kekhasan yang membuatnya berbeda dengan demokrasi lain di dunia. Banyak pengertian demokrasi Pancasila yang berkembang sampai saat ini. Namun, pada hakikatnya pengertian demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1.      Norma
Demokrasi Pancasila adalah norma yang dii dalamnya mengatur penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan negara, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, bagi setiap warga negara Republik Indonesia. Termasuk organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lain serta lembaga-lembaga negara yang berada di pusat maupun di daerah.
2.      Kekeluaragaan dan Gotong Royong
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang didasari sikap kekeluargaan dan gotong royong yang ditujukan untuk tercapainya kesejahteraan rakyat. Di dalamnya, terkandung unsur-unsur untuk berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan serta bud pekerti luhur, berkepribadian Indonesia, dan berkesinambungan.
3.      Mengakui Kebebasan Individu
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mengakui adanya kebebasan individu. Namun, sifatnya tidak mutlak karena pelaksanaannya harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial dalam masyarakat.
4.      Sistem Pengorganisasian Negara
Demokrasi Pancasila adalah sebuah sistem pengorganisasian negara. Pengorganisasian ini dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
5.      Cita-cita Universal
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang memiliki cita-cita yang universal. Cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai semangat kekeluargaan sehingga pelaksanaannya tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
Berdasarkan definisi tersebut, kita dapat memberikan identifikasi berupa ciri-ciri demokrasi Pancasila sebagai berikut:
1.      Adanya aturan penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerntahan.
2.      Demokrasi Pancasila berlaku untuk semua lapsan masyarakat di seluruh Indonesia.
3.      Kedaulatan berada di tangan rkyat.
4.      Didasari sikap kekeluargaan dan gotong royong.
5.      Adanya penghargaan terhadap hak asasi manusia.
6.      Adanya keselarasan antara hak dan kewajiban warga negara.
7.      Setiap keputusan yang diambil dilakukan dengan bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
8.      Kebijakan yang diambil selalu mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
9.      Adanya ketidaksetujuan terhadap kebijakan yang dibuat pemerintah dinyatakan dan disalurkan pada wakil-wakl rakyat, bukan dengan cara demonstrasi atau kegiatan lain yang merugikan semua pihak.
10.  Tidak mengenal adanya partai pemerintahan atau partai oposisi.
11.  Tidak mengenal adanya diktator mayoritas dan tirani di kalangan minoritas.
12.  Demokrasi Pancasila tidak menganut sistem monopartai.
13.  Pemilu dilakukan dengan menganut sistem LUBER.


















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Pemilu di Indonesia
Indonesia hingga saat ini telah melaksanakan pemilu sebanyak sepuluh kali, dan kesemuanya dilakukan secara demokratis. Namun selain sepuluh kali pemilu tersebut, sebernarnya Indonesia telah melakukan pemilu yang bersifat kedaerahan.
1.      Pemilu Tahun 1955
Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu pertama yang diadakan oleh Negara kesatuan republik Indonesia. Pemlu ini dilaksanakan atas dasar Maklumat Nomor X/1945 tanggal 3 Nopember 1945 dari Wakil Presiden Moh. Hatta, yang menginstruksikan pendiran partai-partai politik di Indonesia.
Landasan hukum pemilu 1955 adalah UU No.7 tahun 1953 yang diundangkan pada 4 April 1953. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota bikameral, anggota DPR dan Konstituante (seperti MPR). Sistem yang digunakan adalah Proporsional. Menurut UU No.7 tahun 1953 tersebut, terdapat perbedaan sistem bilangan pembag pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan anggota parlemen. Perbedaan-perbedaan tersebut sebagai berikut (pasal 32 dan 33) :
a.       Jumlah anggota konsttuante adalah hasil bagi antara total jumlah penduduk Indonesia dengan 150.000 dibulatkan ke atas
b.      Jumlah anggota konsttuante di masing-masing daerah pemilihan adalah hasl bagi anatar total penduduk WNI di masing-masing daerah pemilihan adalah hasil bagi antara total penduduk WNI di masng-masng wilayah tersebut dengan 150.000: jumlah anggota konstituante di masing-masing daerah pilihan adalah bilangan bulat hasil pembagian tersebut; jika kurang dari 6, dibulatkan menjadi 6; sisa jumlah anggota konstituante dibagikan antara daerah-daerah pemilihan lainnya, seimbang dengan jumlah penduduk warga negara masing-masing.
c.       Jika dengan cara poin ke dua di atas belum mencapai jumlah anggota konstituante seperti di poin ke satu, kekurangan anggota dibagikan antara daerah-daerah pemilihan yang memperoleh jumlah anggota sedikit, masing-masing satu, kecuali daerah pemilihan yang telah mendapat jaminan 6 kursi itu.
d.      Penetapan jumlah anggota DPR seluruh Indonesia adaalh total jumlah penduduk Indonesia dibagi 300.000 dan dibulatkan ke atas.
e.       Jumlah anggota DPR di masing-masing daerah pemilihan adalah hasil bagi antara total penduduk WNI di masing-masing wilayah tersebut dengan 300.000; jumlah anggota DPR d masing-masng daerah pemilihan adalah bilangan bulat hasil pembagian antara daerah-daerah pemilihan lainnya, seimbang dengan jumlah penduduk warga negara masing-masing.
f.       Jika dengan cara poin ke lima di atas belum mencapai jumlah anggota DPR seperti poin ke empat, kekurangan anggota dibagikan antara daerah-daerah pemilihan memperoleh jumlah anggota tersedikit, masing-masing 1, kecuali daerah pemilihan yang telah mendapat jaminan 3 kursi itu.
Oleh karena itu, pemilu 1955 dilaksanakan dalam dua putaran. Pertama untuk memlih anggota DPR pada tanggal 29 September 1955. Kedua untuk memilih anggota konstituante pada tanggal 15 Desember 1955. Pemilu untuk memilih anggota DPR diikuti 118 parpol/gabungan/perseorangan dengan total suara 43.104.464 dengan 37.785.299 suara sah. Sementara itu, untuk pemilihan anggota Konstituante, jumlah suara sah meningkat menjadi 37.837.105 suara. Pemilu DPR akhirnya memilih 257 anggota DPR, sementara pemilu konstituante akhirnya memilih 514 anggota Konstituante.

2.      Pemilu Tahun 1971 dan 1977
Pemilu tahun 1971 dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini dilakukan berdasarkan UU No.15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No.16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Pemilu ditujukan memilih 460 anggota DPR dimana 360 dilakuakan melalui pemilihan langsung oleh rakyat sementara 100 orang diangkat oleh Presiden dari kalangan angkatan bersenjata dan pemerintahan.
Pemilu diadakan di 26 provinsi Indonesia dengan sstem Proporsional Daftar. Rekyat pemilih mencoblos tanda gamabr partai. Suara bag setap partai dibagi menurut BPP (Bilangan Pembagi Pemilih). Total pemilih yang terdaftar adalah 58.179.245 orang dengan suara sah mencapai 54.699.509 atau 94% dari total suara. Dari total 460 orang anggota parlemen yang diangkat presiden, 75 orang berasal dar angkatan bersenjata sementara 25 dari golongan fungsional seperti tani, nelayan, agama, dan sejenisnya.

3.      Pemilu Tahun 1982
Pemilu tahun 1982 dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 1982. Tujuannya sama seperti pemilu 1977 yaitu memilih anggota DPR (parlemen). Hanya saja komposisinya sedikit berbeda. Sebanayk 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangakat oleh presiden.
Voting dilakukan di 27 daerah pemilihan berdasarkan proporsional dengan Daftar Partai. Partai yang memperoleh kursi berdasarkan pembagian total suara yang didapat di masing-masing wilayah. Jumlah total pemilih terdaftar adalah 82.132.263 orang dengan jumlah suara sah mencapai 74.930.875 atau 91,23%.

4.      Pemilu Tahun 1987
Pemilu 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Tujuan pemilihan sama dengan pemilu sebelumnya yaitu memilih anggota parlemen. Total kursi yang tersedia adalah 500 kursi. Dari jumlah ini, 400 dipilih secar langsung dan 100 diangkat oleh presiden Suharto.

5.      Pemilu Tahun 1992
Pemilu tahun 1992 dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992. Sistem pemilu yang digunakan sama seperti pemilu sebelumnya yaitu proporsional dengan varian party-list. Tujuan pemilu 1992 adalah memilih secara langsung 400 kursi DPR.


6.      Pemilu Tahun 1997
Pemilu tahun 1997 merupakan pemilu terakhir di masa administrasi Persiden Suharto. Pemilu ini dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1997. Tujuan pemilu ini adalah memilih 424 orang anggota DPR. Sistem pemilu yang digunakan adalah proporsional dengan varian party-list. Pada tanggal 7 Maret 1997, sebanyak 2.289 kandidat telah disetujia untuk bertarung guna memperoleh kursi parlemen. Hasil pemilu 1997 dapat dilihat pada tabel berikut:

7.      Pemilu Tahun 1999
Pemilu tahun 1999 adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden Suharto. Pemilu ini dilaksanakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini terselenggara di bawah sstem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi dibatasi seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Perbedaan dengan pemilu 1997 adalah, pada pemilu 1999 penetapan calon terpilih didasarkan pada rangking perolehan suara suatu partai di daerah pemilhan. Jika sejak pemilu 1971 calon nomor urut pertama dalam daftar partai otomatis terpilih bila parta tu mnedapat kursi, maka pada pemilu 1999 calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah di mana seseorang dicalonkan.

8.      Pemilu Tahun 2004
Pemilu tahun 2004 merupakan sejarah tersendr bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Pada pemilu tahun 2004 ini untuk pertama kalinya rakyat Indonesia memilih presdennya secara langsung. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan pemanifestasian sistem pemerintahan presidensil yang dianut oleh pemerntah Indonesia. Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden, anggota parlemen (DPR, DPRD I dan DPRD II) serta DPD.

9.      Pemilu Tahun 2009
Pemilu tahun 2009 mash menggunakan sistem yang mirip dengan pemilu tahun 2004. Namun threshold dinaikkan menjadi 2,5%. Artinya, partai-partai politik ketika masuk ke perhitungan kursi caleg hanya dibatasi bagi yang berhasil mengumpulkan komposisi suara di atas 2,5%. Pemilu ini pun mirip dengan pemilu 1999 dimana 48 partai ikut berlaga dalam kompetisi ‘dagang janji” tersebut.

B.     Posisi Pemlu di Indonesia
Sejak lahirnya NKRI tahun 1945 bangsa ini telah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Sikap tersebut nampak dari Pancasila dan UUD 1945, yang memuat beberapa ketentuan-ketentuan tentang penghormatan HAM warga negara. Sehingga pada praktek penyelenggaraan negara, perlindungan atau penjaminan terhadap HAM dan hak-hak-hak warga Negara (citizen’s rights) atau hak-hak constitusional warga Negara(the citizen’s constitusional rights) dapat terlaksana.
Ketentuan UUD 1945 mengarahkan bahwa negara harus memenuhi segala bentuk hak asasi setiap warga negaranya, khususnya berkaitan dengan hak politik warga negara dan secara lebih khusus lagi berkaitan dengan hak pilih setiap warga negara dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Makna dari ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilihan Umum khususnya mengatur tentang hak pilih warga negara, seharusnya membuka ruang yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum, sebab pembatasan hak pilih warga negara merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Dalam kerangka negara demokrasi, pelaksanaan pemilu merupakan momentum yang sangat penting bagi pembentukan pemerintahan dan penyelenggaraan negara periode berikutnya. Pemilu, selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk memilih para wakil juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan pembentukan kembali kontrak sosial. Peran sentral Pemilu ini terlihat dari perannya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, maka dalam konstitusi negara UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) memberikan jaminan pemilu adalah salah-satunya cara untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Artinya pemilu merupakan pranata wajib dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat dan konstitusi memberikan arah dan mengatur tentang prinsip-prinsip dasar pemilu yang akan dilaksanakan.
Pemilihan umum bersama partai-partai politik, sistem kepartaian, kelompok-kelompok kepentingan, pers, dan pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat adalah alat atau sarana perwujudan demokrasi. Ada kesepakatan di antara para teoritisi demokrasi bahwa pemilu merupakan syarat minimal bagi demokrasi. Perwujudan demokrasi sendiri diindikasikan antara lain oleh tegaknya prinsip-prinsip kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan sebagai satu paket. Pemilu yang demokratis, dengan demikian, pada akhirnya diindikasikan oleh seberapa jauh aturan, proses, dan hasil Pemilu itu bisa melayani keharusan tegaknya satu paket kebebasan, keterwakilan, akuntabilitas, dan keadilan.
Melalui Pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku. Keikutsertaan rakyat dalam Pemilu, dapat dipandang juga sebagai wujud partisipasi dalam proses Pemerintahan, sebab melalui lembaga masyarakat ikut menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Dalam sebuah Negara yang menganut paham Demokrasi, Pemilu menjadi kunci terciptanya demokrasi. Tak ada demokrasi tanpa diikuti Pemilu. Pemilu merupakan wujud yang paling nyata dari demokrasi.
Inti pemerintahan demokrasi kekuasaan memerintah yang dimiliki oleh rakyat. Kemudian diwujudkan dalam ikut seta menentukan arah perkembangan dan cara mencapai tujuan serta gerak poloitik Negara. Keikut sertaannya tersebut tentu saja dalam batas-batas ditentukan dalamperaturan perundang-undangan atau hokum yang berlaku. Salah satu hak dalam hubungannya dengan Negara adalah hak politik rakyat dalam partisipasi aktif untuk dengan bebas berorganisasi, berkumpul, dan menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan. Kebebasan tersebut dapat berbentuk dukungan ataupun tuntutan terhadap kebijakan yang diambil atau diputuskan oleh pejabat negara.










BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dijabarkan dalam bab sebelumnya, maka didapatlah kesimpulan sebaga berkikut ini:
1.      Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah melaksanakan pemilu sebanyak sembilan kali. Yakni pada tahun 1955, 1971, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan terakhir pada tahun 2009 yang lalu. Namun demikian sebelum tahun 1955 Indonesia juga telah melakukan pemilu namun sifatnya masih kedaerahan.
2.      Pemilu yang dilaksanakan di Indonesia menandakan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi. Tak ada demokrasi tanpa diikuti pemilu. Pemlu merupakan wujud paling nyata dari demokrasi.

B.     Saran
Pembahasan dalam makalah ini sangatlah sederhana dan diperoleh melalui berbaga sumber, secara keseluruhan makalah ini telah menggambarkan sejarah pemilu secara umum dan posisi pemilu di Indonesia. Oleh karena itu, sekiranya pembaca berkenan memperbaik makalah ini agar menjadi lebih baik. Sebaiknya bagi para pemilih agar memilih calon pemimpinnya secara selektif, karena dengan itulah negara kita akan tetap maju di masa yang akan datang. Kesalahan kita memilih di masa sekarang akan berakibat fatal bagi negara kita sendiri.







DAFTAR PUSTAKA

Http://www.mabesad.mil.id/artikel/artikel2/310504netralitas.htm
Http://hukum.kompasiana.com/2012/05/17/hak-pilih-warga-negara-sebagai-sarana-pelaksanaan-kedaulatan-rakyat-dalam-pemilu/
Http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=43&itemid=66
Http://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/
Pamungkas sigit. Perihal pemilu, fisip ugm, yogyakarta, , 2009.

 

Notes Of Gea Template by Ipietoon Cute Blog Design