Ini namanya surat
cinta, di Puncak Tebing 125.
Hari
ini telah dilalui dengan susah payah, mengalahkan rasa lelah. Setapak demi
setapak, akhirnya aku sampai di puncak Tebing 125, Pabeasan – Padalarang. Dari
atas, terlihat semuanya menghampar dengan pasrah atas kehendak-Nya. Sungguh
Tuhan Yang Maha Kuasa, pencipta alam semesta dan tidak ada satupun ciptaan-Nya
yang tanpa guna.
Bukit-bukit
karst, gunung, keramaian kota, keasrian desa, semuanya terlihat dari atas
puncak Tebing 125. Bentang alam yang sangat indah, bahkan kegiatan penambangan
yang ada disana-sini dan merusak lingkungan tidak menghilangkan keindahannya.
Tetapi alangkah mirisnya hati ini melihat semuanya seolah bergerak bersama
menuju kegersangan, kesengsaraan, dan pahitnya hidup.
Kelak
aku akan mencari penghidupan yang layak dan sejahtera. Tidak perlu
berpayah-payah seperti mereka di bawah sana, menjadi kuli tambang, buruh
pabrik, atau orang-orang lupa diri yang menari-nari di atas penderitaan alam
dan lingkungan, tentu saja manusia akan menderita juga akhirnya.
Di
atas Tebing 125, aku meneriakkan janji-janji untuk keluargaku, Geografi yang
menjadi jalanku untuk masa depan, dan Tuhan yang dengan segala anugerah-Nya
menciptakan alam semesta ini. Sedikit bukti bakti kasihku untuk keluarga dan
Geografi melalui do’a padan-Nya. Meski tak kuteriakkan dengan lantang, aku
memimpikan untuk menjadikan negri ini jauh lebih baik untuk generasi yang akan
datang.
0 komentar:
Post a Comment