Thursday, February 28, 2013

Rencana Akhir Maret



Bukannya songong pengen jadi anak gunung dan semacamnya yaa.. tapi aku hanya manusia, sama seperti orang normal kebanyakan, punya target, cita-cita atau sekedar angan-angan saja.
Setelah akhir tahun lalu, aku dan teman-teman berhasil sampai di puncak Hargo Dumilah - Gunung Lawu (belum diposting), sekarang kami mulai memikirkan akan kemanakah kami selanjutnya?
Akhir bulan maret yang akan datang ada libur (29/3/2013), mungkin kami akan gunakan kesempatan itu sebaik mungkin untuk menjejakkan semangat dan rasa syukur di Kenteng Songo - Gunung Merbabu. Insya Allah.

Sementara  dari hasil studi literatur (biar agak akademisi), kami mendapatkan beberapa foto gunung merbabu dan peta rute pendakiannya...

Rute Beberapa Jalur Pendakian Merbabu

Gunung Merbabu, 3142 m dpl

Jembatan Setan


di Kenteng Songo

Semoga bisa terlaksa dengan lancar dan diberkahi Allah, aamiin ^_^


Monday, February 11, 2013

Tebing 125 - Pabeasan


Ini namanya surat cinta, di Puncak Tebing 125.
Hari ini telah dilalui dengan susah payah, mengalahkan rasa lelah. Setapak demi setapak, akhirnya aku sampai di puncak Tebing 125, Pabeasan – Padalarang. Dari atas, terlihat semuanya menghampar dengan pasrah atas kehendak-Nya. Sungguh Tuhan Yang Maha Kuasa, pencipta alam semesta dan tidak ada satupun ciptaan-Nya yang tanpa guna.
Bukit-bukit karst, gunung, keramaian kota, keasrian desa, semuanya terlihat dari atas puncak Tebing 125. Bentang alam yang sangat indah, bahkan kegiatan penambangan yang ada disana-sini dan merusak lingkungan tidak menghilangkan keindahannya. Tetapi alangkah mirisnya hati ini melihat semuanya seolah bergerak bersama menuju kegersangan, kesengsaraan, dan pahitnya hidup.
Kelak aku akan mencari penghidupan yang layak dan sejahtera. Tidak perlu berpayah-payah seperti mereka di bawah sana, menjadi kuli tambang, buruh pabrik, atau orang-orang lupa diri yang menari-nari di atas penderitaan alam dan lingkungan, tentu saja manusia akan menderita juga akhirnya.
Di atas Tebing 125, aku meneriakkan janji-janji untuk keluargaku, Geografi yang menjadi jalanku untuk masa depan, dan Tuhan yang dengan segala anugerah-Nya menciptakan alam semesta ini. Sedikit bukti bakti kasihku untuk keluarga dan Geografi melalui do’a padan-Nya. Meski tak kuteriakkan dengan lantang, aku memimpikan untuk menjadikan negri ini jauh lebih baik untuk generasi yang akan datang.

Perempuan Tangguh

Percaya tidak percaya, saya sudah melakukannya...
Membawa Carrier yang tingginya setengah dari tinggi badan saya yang hanya 155 cm

Berusaha tidak terhuyung
Bisa!


Saya dan saudara yang lainnya juga longmarch berkali-kali, Citatah - Pabesan - Pasir Langu - Gn. Burangrang - DAS Cisuren - Gn. Tangkuban Parahu - Jayagiri - Lembang - Ciumbuleuit - Cipaku - UPI.
Menuju Tebing 125, Pabeasan - Padalarang.

Derap langkah perjuangan

Gotong royong
                                   
Mengalahkan lelah
Menuju Pasir Langu
Disapa gerimis
Di SD Pasir Langu
Menuju Cisuren
Dingin

Menuju Tangkuban Parahu
Cantik itu, saya :D
Sangat merindukan peradaban

Menuju Jayagiri
Bertemu banyak orang diperjalanan
Akhirnya, menuju kampus tercinta
Penuh Lumpur

Saya yang bisa berenang dengan pas-pasan ini, tidak bisa mengapung waktu tes fisik. Dalam diklatsar saya melakukan penyebrangan basah, meskipun menggunakan alat bantu, tapi kemampuan yang biasa saja dan air Situ Lembang yang sangat dingin membuat saya sangat lamban. Meskipun demikian, tidak ada kata menyerah.
Semangat :)

dan saya berhasil
Ahh.. ini hanya sebagian kecil dari diri saya tentang perjuangan sampai akhirnya saya mampu dan berani berkata, saya perempuan tangguh!
Ketangguhan saya tidak berarti apa-apa tanpa proses ini, dan akan semakin tidak berarti bila saya hanya berhenti sampai disini. 
Sampai jumpa di kisah perjuangan selanjutnya.
^_^          

JANTERA XXXII

Logo Jantera

    Jantera itu apa? Dari sejarah panjang yang penuh perjuangan dan cerita yang rasanya manis, asam, asin dan juga pahit, saya adalah orang kesekian yang akan menuliskan tentang Jantera. Jantera adalah organisasi kepecintaalaman yang terdapat di Jurusan Pendidikan Geografi UPI, regenerasi anggota terbatas hanya dalam ruang lingkup mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi saja. Kami adalah orang-orang ekslusif diantara lingkungan ekslusif lainnya. Kurang lebih demikian tentang Jantera.
    Saya, Ineu Handayani, sudah sejak awal masuk kuliah di Jurusan Pendidikan Geografi sangat ingin untuk bergabung dalam keanggotaan Jantera. Tingkat I saya tidak bisa mengikuti diklat karena Tuhan mengirimkan saya pulang ke Jambi untuk mengantarkan mama ke peristirahatan terakhirnya. Tingkat II, lagi-lagi saya dikirimkan Tuhan untuk pulang ke Jambi dan mengemban tugas sebagai anak sulung, mengurus adik semata wayang untuk meneruskan langkah memasuki jenjang sekolah menengah. Tingkat III, Tuhan buka pintu-Nya untuk saya mengikuti diklatsar Jantera XXXII, sampai akhirnya saya lulus dan dilantik menjadi anggota muda bersama saudara-saudara saya yang lain.
    Dari awal, perjalanan saya tidak mudah. Tetapi saya tidak menyerah. Saya ingat kalimat motivasi berikut, jika kita berusaha dan hasilnya gagal, coba lagi. Jika kita mencoba lagi dan masih juga gagal, coba lagi. Jangan menyerah, sampai akhirnya kegagalan menyerah pada usaha kita dan keberhasilanlah yang kita capai. Saya sudah membuktikan hal itu. Tetapi bukan berarti saya sudah berhasil, perjalanan masih panjang. Masih banyak cerita yang harus saya rangkai dengan apik, masih banyak ilmu dan pengetahuan yang harus saya eksplor dan dimanfaatkan, dan tentu saja masih banyak pengalaman yang ingin saya rasakan.
    Diklatsar Jantera XXXII di lapangan dilaksanakan dari tanggal 18 Januari 2013 sampai 27 Januari 2013 dan diikuti oleh 8 orang calon anggota muda, yaitu Ineu Handayani, Fisabil Yusuf, M. Adi Priyatna, Ambarwati, M. Husni Mubarok, Fenny A. Putri, Novi Kristanti, dan Hafid Munjinadir. Dari 8 orang calon anggota tersebut, hanya saya yang merupakan angkatan 2010 dalam jenjang akademik, selebihnya adalah angkatan 2011. Namun hal itu tidak menghalangi komunikasi, kerjasama, dan terutama rasa persaudaraan yang kami bangun mulai dari awal tidak saling kenal sampai akhirnya kami enggan untuk berpisah.

Upacara Pelepasan di FPIPS UPI
Hari Kedua

   Kami berdelapan ditempa untuk menjadi keluarga yang solid, mengikis keegoisan dan membuangnya jauh-jauh, meruntuhkan keangkuhan, berusaha bersahabat dengan alam, mengaplikasikan ilmu yang di dapat dalam perkuliahan, dan menyadari sepenuhnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hingga rasa kehilangan itu sungguh ada dan terasa melelahkan, karena saudaraku Ambarwati harus dipulangkan karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk meneruskan perjuangan dalam Diklatsar. Namun perjuangan belum berakhir, kami yang satu ini akan meneruskan perjuangan saudaraku Ambar, begitu janji kami di tebing 125 Pabeasan waktu itu. Dan untuk saudaraku Ambar, keberhasilan ini milik kita.
   Banyak cerita suka duka yang kami alami selama diklatsar XXXII dan itu tidak boleh kami lupakan, karena prosesnya yang sangat berharga. Apapun yang kami lakukan, selalu diingatkan dan dikuatkan untuk menikmati proses, jikalau kami berhasil itu hanyalah bonus semata, karena orang yang berhasil adalah orang yang menikamti poses.
     Siapaun engkau calon angguta muda Jantera selanjutnya, bersemangatlah! Saya adalah bukti dan saksi hidup bahwa perjuangan itu perlu proses dan tidak ada proses yang berat apalagi sulit jika dinikmati dengan penuh keikhlasan dan rasa syukur.

Sampai jumpa di diklatsar Jantera XXXIII,
Jantera! Jantera! Jantera!

Caving dan Speleologi

Caving dan speleologi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Caving merupakan kegiatan menyusuri gua dan speleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gua. Untuk menyusuri gua tentunya sedikit banyak kita harus tau ilmunya, semetara untuk memperkaya keilmuan di bidang gua harus dilakukan penyurusan. Orang yang ahli dalam speleologi adalah speleolog dan orang yang melakukan caving disebut caver.
Mempelajari speleologi merupakan hal yang sangat luar biasa, terutama saat melakukan caving. Caving atau penyusuran gua, terlebih untuk pertama kalinya merupakan hal yang sangat menantang karena sebagaimana hal populer yang diungkapkan para caver adalah sebuah kebahagiaan ketika pertama kali sinar senter mulai menerangi jalan masuk gua dan ketika pertama kali mata melihat cahaya ketika keluar dari gua.
Mengaplikasikan materi caving dan speleologi dalam kehidupan nyata bukanlah hal yang mudah. Pada kegiatan caving, memetakan gua merupakan hal yang rumit karena membutuhkan perhitungan dan koordinasi yang akurat dan baik. Selain itu, caving yang dilakukan di gua vertikal membutuhkan alat dan teknik yang lebih dari cukup.
Caving di gua vertikal menuntut caver untuk meningkatkan kerjasama tim untuk naik dan turun gua dengan peralatan khusus dan memenuhi standar tertentu. Seperti tali karmantel statis, caribiner, ascender, descender, dan lain-lain. Alat-alat tersebut pastinya terdengar aneh bagi kalangan awam sehingga caving tidak bisa dilakukan dengan ala kadarnya saja.
Pada saat naik dan turun ke dalam gua vertikal dapat dilakukan dengan Single Rope Technique (SRT). SRT adaah teknik yang digunakan untuk caving gua vertikal yang membutuhkan kerjasama tim yang baik. Tidak ada kegiatan alam yang tidak beresiko, semuanya berhubungan dengan nyawa. Oleh karena itu, butuh pemahaman konsep, teknik dan taktik yang maksimal demi keselamatan serta didukung dengan alat yang memenuhi standar.
Tidak ada hal di dunia ini yang diciptakan Tuhan tanpa manfaat. Semua yang ada di alam berfungsi dalam kehidupan. Jangan menganggap aktivitas caving merupakan ajang hura-hura sekedar memacu adrenalin dan pemborosan dalam berbagai hal. Pandang dan lakukan caving dengan tujuan keilmuan dan penambah keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan cara melaksanakan etika seorang caver yaitu, jangan mengambil apapun kecuali gambar, jangan membunuh apapun kecuali waktu, dan jangan meninggalkan apapun kecuali jejak kaki sesuai tempatnya.

Thursday, February 7, 2013

Gua Pawon




            Gua Pawon terbentuk secara alami dari perpaduan proses endogen dan juga eksogen. Dari identifikasi batuan yang ada sebagai penyusun gua, maka Gua Pawon tergolong ke dalam gua fosil. Batuan dari gua fosil umumnya adalah kapur gamping, dan dolomit.
            Dari sisi geomorfologi, Gua Pawon merupakan bagian dari bentukan lahan karst. Seperti gua-gua pada umumnya, di dalam Gua Pawon yang terletak di daerah Citatah-Padalarang Kabupaten Bandung juga terdapat ornamen-ornamen gua yang sangat beraneka ragam dan bernilai sejarah, budaya, dan estetis yang tinggi.
            Pada zona Trogloxone, ditemukan populasi Kalelawar yang juga ditandai dengan ditemukannya kotoran kalelawar atau guano yang mengandung jamur yang berbahaya bagi kesehatan terutama bila kita bersikap agresif dan mengganggu populasi tersebut. Maka dari itu kita harus bersikap tenang dan tetap berhati-hati.
            Semakin jauh memasuki gua, mulai tampak ornamen-ornamen gua seperti stalagtit, stalagmit, tiangan, tiraian, gordam, dan lain-lain. Ornamen-ornamen tersebut terbentuk secara alami dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Akan tetapi, untuk merusaknya membutuhkan waktu yang sangat sebentar. Oleh karena itu, perlu kesadaran tinggi dari masyarakat agar keberadaan Gua Pawon sebagai gua karst tetap terjaga kelestariannya, dan tentunya harus didukung dengan kebijakan pemerintah yang tegas dan bertanggungjawab.
            Selain sebagai bentang alam dengan kenampakan yang memiliki nilai estetika, Gua Pawon juga didaulat menjadi kawasan cagar budaya. Gua Pawon sebagai cagar budaya diidentifikasikan dengan ditemukannya fosil manusia purba. Fosil tersebut dapat dilihat tidak terlalu jauh dari mulut gua. Adapun fosil yang dapat kita lihat saat ini merupakan replikanya saja, karena untuk fosil yang asli telah dipindahkan ke Museum Geologi Bandung.
            Fosil manusia purba tersebut diduga sebagai orang penting pada masanya, seperti kepala suku, raja dan lain sebagainya. Hal itu disimpulkan dari sudut pandang sejarah dan dan penelitian tentang manusia purba sebelumnya, yaitu dilihat dari posisi dikuburkannya fosil tersebut dalam keadaan menekut, kedua tangan memeluk lutut. Hingga saat ini, penemuan tersebut masih terus diteliti.
            Sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawab kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk menjaga dan melestarikan lingkungan, khususnya seperti Gua Pawon sebagai salah satu fenomena di bentukan lahan karst agar generasi yang akan datang dapat menikmati dan mempelajarinya.
 

Notes Of Gea Template by Ipietoon Cute Blog Design