Monday, December 17, 2012

Negara Kekuasaan Machiavelli



1.      Machiavelli memiliki obsesi terhadap negara kekuasaan (maachtstaat) dimana kedaulatan tertiggi terletak pada kekuasaan penguasa dan bukan kepada rakyat atau prinsip-prinsip hukum. Jelaskan pemikiran machiavelli tentang:
a.       Negara kekuasaan
Niccolo Machiavelli hidup ketika Italia masih terpecah-pecah ke dalam lima negara, yaitu: Roma, Milan, Firenze, Napoli, dan Venesia. Seusai Perang Salib, kelima negara ini berkembang menjadi kota-kota perdagangan yang sangat maju di seluruh Eropa, tetapi juga menjadi kota-kota yang selalu bergejolak. Pada masa ini pemimpin dipandang bukan sebagai orang yang kepadanya dipercayakan kekuasaan oleh kuasa ilahi seperti pada abad pertengahan. Bersamaan dengan hal ini agama (Gereja) juga mulai kehilangan pengaruhnya karena berkembangnya pemikiran Renaissance yang menjadikan manusia sebagai subjek.
Machiavelli berpendapat bahwa seorang penguasa haruslah bisa menyatukan watak singa dan rubah sekaligus. Dengan menjadi singa, penguasa akan disegani karena kekuatannya, namun kerap kali tidak bisa menghadapi perangkap dari bawahannya. Sedangkan dengan menjadi rubah, penguasa dapat menghadapi perangkap tapi tidak bisa membela diri dari serangan serigala.
Selain itu seorang penguasa harus mengandalkan virtue (keutamaan) daripada terus berharap pada fortune (keberuntungan). Machiavelli memandang virtue sebagai sikap aktif seorang pemimpin dalam menjalankan kebijakan-kebijakan politiknya sehingga kekuasaan dapat bertahan. Maka, seorang penguasa harus mengembangkan ketrampilan  dan kemampuannya dalam mengendalikan negara daripada hanya sekadar berharap pada keberuntungan semata. Bagi para penguasa keberuntungan hanyalah suatu kesempatan yang harus digunakan oleh seorang penguasa. Sebab, tujuan utama seorang penguasa adalah mempertahankan dan mengembangkan kekuasaannya.
Untuk mencapai sukses, seorang Raja harus dikelilingi dengan menteri-menteri yang mampu dan setia. Machiavelli memperingatkan Raja agar menjauhkan diri dari penjilat dan minta pendapat apa yang layak dilakukan.
Machiavelli memperbincangkan apakah seorang Raja itu lebih baik dibenci atau dicintai. Ia mengatakan bahwa orang selayaknya bisa ditakuti dan dicintai sekaligus. Tetapi lebih aman ditakuti daripada dicintai, apabila kita harus pilih salah satu. Sebabnya, cinta itu diikat oleh kewajiban yang membuat seseorang mementingkan dirinya sendiri, dan ikatan itu akan putus apabila berhadapan dengan kepentingannya. Tetapi takut didorong oleh kecemasan kena hukuman, tidak pernah meleset.
Machiavelli mengungkapkan cara bagaimana seorang Raja untuk memegang kepercayaannya. Di sini Machiavelli berkata seorang penguasa yang cermat tidak harus memegang kepercayaannya jika pekerjaan itu berlawanan dengan kepentingannya. Dia menambahkan, karena tidak ada dasar resmi yang menyalahkan seorang Raja yang minta maaf karena dia tidak memenuhi janjinya, karena manusia itu begitu sederhana dan mudah mematuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya saat itu, dan bahwa seorang yang menipu selalu akan menemukan orang yang mengijinkan dirinya ditipu. Sebagai hasil wajar dari pandangan itu, Machiavelli menasihatkan sang Raja supaya senantiasa waspada terhadap janji-janji orang lain.
b.      Cara merebut dan mempertahankan kekuasaan
Penguasa yang di ibaratkan sebagai singa atau rubah oleh Machiavelli dapat diartikan bahwa bahwa seorang penguasa perlu menggunakan cara-cara yang licik dan kejam untuk menjaga kekuasaanya.
Menurut Machiavelli, suatu negara yang kuat harus memiliki militer yang kuat dan sistem hukum yang kuat pula. Kedua hal ini akan melindungi suatu negara dari kehancuran. Negara tanpa kekuatan militer yang kuat, penegakan hukum tidak akan dipatuhi. Ketangguhan militer didapat dari kedisiplinan yang tinggi, sehingga akan memberikan dampak yang baik bagi pelaksanaan hukum negara. Selain itu, tentara harus dibentuk oleh rakyatnya sendiri karena tentara rakyat lebih setia dalam mempertahankan kekuatan suatu negaranya.
Penguasa diharuskan untuk pintar menempatkan posisinya kapan dia harus menjadi singa dan kapan dia harus menjadi seekor rubah. Penguasa harus bisa mencegah ancaman, baik internal maupun eksternal yang akan merusak kesatuan dan keutuhan negara sekalipun dengan cara-cara yang kejam seperti pembunuhan, pembantaian dan lain-lain. Akan tetapi, di saat aman, penguasa juga tidak boleh lupa untuk menarik simpati rakyatnya sebagai sumber legitimasi baginya dengan berbaik hati dan memenuhi keinginan-keinginan rakytanya. Dengan demikian, maka suatu negara itu akan utuh dan solid.
Masalah keamanan nasional, Machiavelli juga berpendapat bahwa kekuatan nasional tidak boleh digantungkan kepada kekuatan pihak lain. Garda bangsa haruslah terdiri dari warga negara itu sendiri, tidak dari warga negara lain yang hanya bekerja sebagai tentara bayaran. Tentara bayaran hanya bekerja sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati, tidak ada loyalitas yang murni terhadap seorang penguasa. Maka, negara yang menggantungkan kekuatannya dari tentara bayaran dianggap masih lemah dan akan hancur karena dirinya sendiri sebab terlalu banyaknya alokasi dana yang digunakan dan tidak adanya loyalitas.
Akan tetapi di dalam buku Principe II dijelaskan mengenai kekejaman. menurut Machiavelli, kekejaman dapat dilakukan dengan cara yang baik atau tidak baik. Kekejaman itu bisa digunakan dengan baik jika hal tersebut dilakukan sekali, demi keselamatan seseorang atau negara. Oleh karena dengan cara itu kekuasaannya akan bertahan lama. Walaupun penguasa mengalami kesulitan, raja tidak boleh kejam, karena kebijaksanaan yang telah ditunjukkan raja pada rakyatnya. Kebaikan raja tersebut akan dipandang sebagai sesuatu yang tidak tulus atau hanya sebatas lip service.

0 komentar:

Post a Comment

 

Notes Of Gea Template by Ipietoon Cute Blog Design