ASAS-ASAS PERUNDANG-UNDANGAN
Disusun
guna memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Kenegaraan dan Perundang-undangan
Dosen
pengampu Dr. Triyanto, SH, M.Hum
Oleh:
Rahmat
Wijayanto. J
K6410049
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
Dalam
peraturan perundang-undangan terdapat beberapa asas peraturan
perundang-undangan, yaitu:
1.
Asas lex
superior derogt legi inferior ( yang tinggi mengesampingkan yang rendah)
2.
Asas lex
specialis derogat legi generalis (aturan khusus mengesampingkan aturan yang
umum)
3.
Asas lex
posterior derogat legi periori ( aturan yang baru mengesampingkan aturan yang
lama)
4.
Asas
undang-undang tidak berlaku surut (non retroaktif)
Dibawah
ini merupakan contoh dari masing-masing asas-asas tersebut, khususnya pada
pelanggaran asas tersebut.
a.
Asas
kepatuhan pada hirarki (lex superior derogat legi inferior); peraturan
perundang-undangan yang ada di jenjang yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada jenjang lebih
tinggi. Dan seterusnya sesuai dengan hirarki norma dan peraturan
perundang-undangan.
Undang-undang
Dasar 1945 telah memberikan sebuah amanat besar bagi negara ini untuk menjamin
hak-hak individual dengan mengakomodir hak-hak asasi manusia dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam ruang lingkup keseharian maupun dalam penegakan hukum.
Masuknya
klausa Hak Asasi Manusia dalam undang-undang dasar sejak awalnya memang menuai
banyak pertentangan, dan pertentangan tersebut mulai dikal undang-undang dasar
mulai disusun tahun 1945. Klausa HAM mulai disahkan oleh MPR pada tanggal 18
Agustus 2000, satu tahun sejak disahkannya Undang-undang HAM yang kemudian
diteruskan dengan aturan formilnya undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. Undang-undang tersebut adalah hasil konkret dari
perjuangan atas penegakan HAM yang sebelumnya terasa diabaikan oleh negara.
Namun
ternyata peraturan itu kontraduktif dengan undang-undang Peradilan HAM yang
tercantum dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2000. Dalam ketentuan tentang
Peradilan Ad Hoc yaitu pasal 43 Ayat (1): pelanggaran hak asasi manusia yang
berat terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus
oleh Pengadilan HAM ad hoc.
Pasal
tersebut memberikan sebuah pengertian bagi para hamba hukum tentang apa yang
harus dilakukan terhadap undang-undang tersebut. Karena undang-undang tersebut
bersifat retroaktif, yaitu undang-undang tersebut bisa mengadili dan memberi
keputusan tetap mengenai sesuatu tindak pidana yang dilakukan disaat
undang-undang belum dibuat, jelas asas tersebut melanggar asas-asas
perundang-undangan yang dipakai dalam semua peraturan perundang-undangan karena
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada jenjang lebih
tinggi.
Sesungguhnya
mengenai hal tersebut sudah tercantum dalam UUD 1945 bahwa HAM tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun dan dalam undang-undang hak asasi manusia juga
sudah tercantum bahwa undang-undang tersebut juga menolak aturan retroaktif
dalam pasalnya namun tidak saat kita melihat penjelasan dalam undang-undang
tersebut.
b.
Peraturan
perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan
perundang-udangan yang bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis).
Namun
faktanya di negri ini ada kasus-kasus yang bertentangan dengan asas tersebut.
Kasus UU Pers dianggap sebagai lex specialis yang mandul. Pengadilan Negri
Jakarta Selatan, pernah menjatuhkan vonis tentang sengketa pemberitaan pers
yang tidak didasari mekanisme seperti diatur dalam UU No.40 Tahun 1999. Koran
Tempo, dalam hal ini Bambang Harymurti (pimpinan redaksi) menjadi tergugat I,
Deddy Kurniawan (wartawan) tergugat II, dan PT Tempo Inti Media Harian tergugat
III, divonis telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pemberitaan
edisi 6 Februari 2003 Koran Tempo dianggap mencemarkan nama baik Tomy Winata.
Para penggugat diharuskan meminta maaf di delapan koran, enam majalah, dan dua
belas televisi dalam dan luar negri, selain membayar ganti rugi immaterial Rp
8,5 M.
Dalam
UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, berlaku asas lex specialis derogate lex
generalis, artinya semua aturan yang terdapat di dalam UU yang lain menjadi lex
generalis, termasuk KUHP. Peraturan yang khusus menyisihkan peraturan yang
umum.
Secara
ringkas, UU No. 40 Tahun 1999 memuat unsur-unsur: Pers, kemerdekaan pers, hak
asasi warga negara, hak mencari, memperoleh, dan menyampaikan gagasan, serta
informasi, hak tolak, kontrol msyarakat ( hak jawab dan hak koreksi), dan
tuntutan profesionalisme wartawan.
Bahwa
kebebasan hakim memutus perkara adalah jiwa peradilan yang bebas, itu jelas
harus dihormti. Namun bahwa hakim tidak menggunakan mekanisme UU tentang Pers
ketika memutus sengketa pemberitaan tersebut, yakni memilih lex generalis untuk
memutuskannya.
c.
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan peraturan
prundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogate legi
periori).
Nasib pilot di Indonesia sedang berada
di ujung tanduk. Pasalnya, para pilot di Indonesia merasa selalu
dibayang-bayangi perasaan khawatir saat menjalankan tugasnya, bahkan terus
dihantui rasa was-was karena sewaktu-waktu bisa masuk penjara.
Profesi pilot kini menjadi kontra
produktif bagi keselamatan penerbangan di Indonesia karena membuat para
penerbang merasa tidak nyaman bahkan menimbulkan rasa takut beroperasi di
wilayah hukum Indonesia yang tidak menghormati asas hukum universal.
Permasalahan serius yang membuat galau
ribuan penerbang nasional bahkan para penerbang internasional ini dipicu atas
dijatuhkannya vonis dengan hukuman dua tahun penjara (sekarang masih proses
banding-Red) kepada pilot senior maskapai Garuda Indonesia, Capt Moch Marwoto
Komar dalam sidang kasus GA-200 di Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta pada 6
April 2009.
Capt Marwoto yang sudah menerbangkan
pesawat dengan puluhan ribu mil itu dinyatakan bersalah oleh majelis hakim pada
kasus kecelakaan pesawat GA-200 di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta tahun lalu.
Sejak dari awal kami menolak penanganan kasus ini mulai dari tahap penyidikan
pihak kepolisian sampai kepada penuntutan di persidangan Pengadilan Negeri
Sleman, kata Capt Stephanus Gerardus, Presiden Asosiasi Pilot Garuda (APG),
mewakili komunitas pilot atau penerbang.
Proses peradilan pertama ini, jelas
Stephanus telah membuat kesan buruk terhadap dunia penerbangan Indonesia di
mata internasional, dimana Indonesia tengah berjuang untuk keluar dari larangan
terbang ke Eropa serta diturunkannya peringkat keselamatan penerbangan menjadi
kategori II oleh FAA dan ICAO.
Hal senada juga
disampaikan Capt Manotar Napitupulu, Presiden Federasi Pilot Indonesia (FPI).
Kami menyesalkan majelis hakim yang tidak menghiraukan UU No 1 tahun 2009
tentang Penerbangan (UU baru), sebab menurut asas hukum lex posteriori derogat
legi priori, seharusnya Majelis Hakim menggunakan peraturan perundang-undangan
yang terbaru atau yang lebih menguntungkan pihak terdakwa, katanya.
d.
Peraturan
perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif); peraturan
perundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa-peristiwa hukum
yang terjadi setelah peraturan-peraturan perundang-undangan itu lahir.
Contoh
kasus yang melanggar asas non retroaktif pernah terjadi dalam masalah
gratifikasi, yang mana dalam pasal 16 UU No.30 Tahun 2002 disebutkan bahwa
setiap pegawai negri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib
melaporkan kepada komisi pemberantasan korupsi (KPK). Kemudian pasal 12B jo.
Pasal 12C UU No.20 Th 2001 dinyatakan bahwa jika gratifikasi atau hadiah yang
diterima oleh pegawai negri tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari sejak
diterimanya grtifikasi tersebut kepada KPK dianggap sebagai suap.
Pada
tanggal 5 Januari tahun 2002, si A yang merupakan pegawai negri menerima hibah
sebesar Rp 15jt. Karena pada saat itu KPK belum berdiri, A tentunya tidak
melaporkan gratifikasi itu pada KPK. Kemudian setelah KPK berdiri, KPK kemudian
mengetahui bahwa A pada tanggal itu telah menerima gratifikasi. Jika kemudian
KPK menuntut karena setelah 30 hari
diterimanya gratifikasi tersebut A tidak melaporkan kepada KPK maka hal yang
demikian dikatakan sebagai tindakan retroaktif.
0 komentar:
Post a Comment