Wednesday, April 29, 2020

Move On

foto pribadi
“Saya punya teman sekelas, seorang akhwat. Saya suka akhwat itu dan berusaha untuk mendapatkan hatinya”.

Sejujurnya saya agak kaget waktu beliau menyampaikan hal itu. Saya berusaha menyimak kembali apa yang beliau sampaikan. Beliau menceritakan bahwa akhwat itu selalu mengingatkan teman-teman sekelasnya untuk bangun melaksanakan tahajud, meskipun teman-teman tidak ada yang membalas, ia tetap melakukan hal itu setiap hari. Maka demi dapat merebut hati sang akhwat, beliau berusaha untuk bangun dan segera membalas pesan itu.

Tentu saja awalnya hanya membalas pesannya dan tidak shalat. Hari-hari selanjutnya beliau mulai shalat tahajud juga. Begitu seterusnya hingga sang akhwat mengenali beliau. Alangkah senangnya hati yang sedang kasmaran itu, do’a-do’a yang dipanjatkan pun seputar maksud hati untuk bisa dekat dengan akhwat tersebut. Sampai akhirnya mereka lulus dan malanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Beliau masih menaruh harapan yang sama, yakni bisa mendapatkan hati sang akhwat.

Saya pikir begitukah kekuatan cinta? Membuat orang berjuang melakukan hal yang sebelumnya tidak bisa dilakukan, bahkan sekarang menjadi mudah untuk melakukannya berulang-ulang. Cinta seorang ikhwan kepada akhwat yang dalam pandangannya sangat sholehah dan cantik rupanya.

“Kemudian saya mendapat kabar bahwa akhwat yang selama ini saya kejar dan saya dekati akan segera menikah”.

Betapa terkejutnya saya. Padahal saya sering juga mendengar, bahwa berdo’a di sepertiga malam bagaikan anak panah yang melesat tepat pada sasarannya, Allah akan kabulkan do’a kita. Keheranan yang saya alami, juga beliau rasakan saat itu. Beliau kecewa dan merasa percuma saja selama ini sudah bangun lebih awal, tahajud, dan berdo’a tapi akhirnya akhwat itu menikah dengan orang lain. Sampai akhirnya beliau memutuskan untuk berhenti shalat tahajud meskipun bangun tepat pada waktunya.

“Tapi saya kemudian sadar, selama ini niat saya tahajud memang bukan karena Allah, tapi karena dia. Akhirnya saya berusaha memperbaiki niat, supaya Allah ridha dan melakukan ini hanya karena Allah saja”.

       Akhirnya beliau memutuskan untuk move on, tentunya ke jalan yang lebih baik dan terus berusaha mendekat pada Allah. Beliau juga menyampaikan sebagaimana juga diriwayatkan dalam hadits, segala sesuatu itu tergantung pada niatnya. Kalau sekarang kita belum bisa (atau belum berani) berniat yang baik karena Allah, lakukan hal-hal yang baik sampai menjadi kebiasaan, maka ketika kita dan hidayah saling mendekat, lebih mudah bagi kita untuk meluruskan niat.

Kajian sore hari itu ditutup dengan kalimat yang penuh dengan motivasi dari beliau. Bahwa ketika kita merasa sedang jatuh, menginginkan sesuatu, dan juga bahagia, pulang dan berlabuhlah pada Allah, karena harapan pada manusia memang akan berakhir pada kekecewaan semata. Ternyata ini adalah kekuatan cinta yang benar, yaitu ketika kita melakukan kesalahan, kita diingatkan dan ketika kita berada di jalan kebenaran saat itu pula kita sedang berbagi kebaikan.

          Saya pun jadi semakin berpikir, ketika saya sedang jatuh cinta, apakah cinta ini benar karena Allah dan hanya akan bermuara untuk Allah? Bagaimana denganmu?.

===
Cerita itu adalah atas dasar pengalaman nyata dari seseorang yang saya dengarkan langsung dalam sebuah kajian, beliau saat ini sedang menempuh Pendidikan profesi dokter di salah satu universitas negeri di Solo dan sering menjadi pembicara di lingkungan dakwah mahasiswa. Beliau juga aktif menulis buku. Semoga beliau bisa menjadi dokter yang baik dan tentunya sholeh, serta apa yang beliau sampaikan bisa menjadi ilmu yang bermanfaat. Aamiin. Saya ingin nantinya punya anak yang sholeh, pandai, dan dicintai Allah.
               

0 komentar:

Post a Comment

 

Notes Of Gea Template by Ipietoon Cute Blog Design