Tiba-tiba saja anak-anak saya
membahas tentang sugar daddy. Hal yang sangat mengejutkan, bukan
berburuk sangka pada apa yang mereka lakukan tapi lebih pada sibuk dengan
pikiran saya. Bagaimana mereka bisa tahu? Dari mana? Siapa yang memberitahu? Sejauh
apa mereka tahu? Apalagi?. Sebenarnya menurut saya pribadi, bukan sepenuhnya
hal buruk jika mereka tahu tentang itu, berpotensi menjadi bekal pengetahuan
agar berhati-hati dalam pergaulan. Pun saya yang pertama kali tahu tentang
kata-kata itu agak terkejut, ternyata ada orang yang melakukan hal seperti itu
di luar sana.
Beberapa tahun yang lalu, saya
belum lulus kuliah, calon guru. Harus diuji, benarkah siap menjadi guru? Maka
dilakukan praktik mengajar di sekolah sungguhan, bertemu dengan anak-anak yang
sebenarnya usianya tidak terpaut jauh dengan saya saat itu. Manusia dengan
kepribadian yang labil, seketika tertawa terbahak sangat ceria, seketika marah
tanpa bisa menjelaskan sebabnya, hingga tingkahnya yang begitu unik, membuat
saya ingin mencari tahu dengan kata kunci… kenakalan yang mungkin dilakukan
oleh remaja.
Pada dasarnya saya berkeyakinan,
obrolan hari ini hanya seputar candaan semata. Kemudian saya berpikir lebih
jauh lagi dengan berbagai alternatif kemungkinan. Hampir satu bulan berlalu
semenjak kegiatan belajar dan mengajar dilakukan secara daring karena Indonesia
menjadi salah satu negara yang juga terkena dampak menyebarnya virus yaitu
covid19. Saya mengamati kegiatan anak-anak tentu saja dari apa yang dapat
dilihat dan juga sesekali ngobrol dengan mereka melalui media sosial. Tentu
saja kita sebaiknya tidak langsung menilai dari apa yang kita lihat saja, namun
tulisan ini dibuat karena keresahan saya sebagai orang tua. Maka saya berharap
untuk siapapun yang sengaja ataupun tidak sengaja membaca tulisan ini, agar
memaklumi pemikiran saya ini.
Saat ini saya adalah seorang guru
di salah satu sekolah swasta di Pulau Jawa. Sekolah tempat saya sehari-hari
bertemu dengan anak-anak sebelum covid19 menjadi pandemi, adalah sekolah dengan
kegiatan ciri khas pembiasaan aktivitas keagamaan, dan juga termasuk full
day school. Bisa karena biasa, kemudian juga telah turun temurun dikatakan
bahwa lancar kaji karena diulang, pasar jalan karena diturut. Begitulah salah
satu cara karakter anak dapat tumbuh, karena kegiatan yang dilakukan terus
menerus sehingga ia akan terbiasa dan merasa ada yang kurang jika hal tersebut
tidak dilakukan. Hal itu juga perlu pendampingan, agar anak mengerti maknanya
dan bukan melakukannya atas dasar kebiasaan saja. Alangkah senangnya saya
sebagai orang tua bila anak-anak tumbuh dengan pribadi yang baik dan mengenal
Tuhannya dengan baik pula. Saya banyak menuliskan pendapat saya pada tulisan ini dengan sudut pandang latar belakang pendidikan dan kepercayaan yang saya anut.
Saya dan orang tua anak-anak di
rumah saling membagi tugas, namun tentu saja bukan hal yang pantas bagi saya
untuk menentukan porsi siapa yang seharusnya lebih besar. Karena kami juga
punya tujuan dan harapan yang sama pada anak-anak. Sekarang kami sama-sama
melakukan dan memberikan yang terbaik, dengan versi masing-masing. Anak juga
menanggapinya dengan versi masing-masing.
Bagaikan air yang terus menetes
pada sebongkah batu, lama kelamaan akan membuat cekungan pada batu tersebut. Kita
juga seringkali mendengar bahwa salah satu metode menghafal adalah mengulanginya
secara terus menerus selama beberapa kali. Saya juga pernah menonton film
pendek yang menunjukkan bagaimana caranya seorang laki-laki supaya istiqamah
untuk terus bangun pagi dan shalat berjamaah di masjid? Dan jawabannya adalah
terus melakukannya selama 40 hari berturut-turut. Dalam sebuah lagu yang pernah
cukup popular dinyanyikan oleh Mbah Surip, kegiatan bangun tidur dan tidur lagi
sampai begitu seterusnya menjadi kebiasaan. Dari hal-hal tersebut saya ingin
menyampaikan bahwa semua ini akan menjadi pola.
Selama semua orang di rumah aja,
bekerja dari rumah, belajar di rumah, dan sebagainya, akan ada dampak berikutnya.
Menurut saya, kita bukan saja sedang berjuang mengatasi covid19, tapi juga mengatasi
diri sendiri terutama di kemudian hari. Covid19 akan berlalu, tapi pola dan karakter
yang terbentuk menurut pendapat saya secara pribadi, bukan hal yang mudah untuk
dirubah. Saya membayangkan, setelah semua ini berlalu (segera), akan banyak
orang yang bergerak lebih lamban, malas mandi, ketergantungan pada gawai, kurang
peka, dan lain-lain.
Semoga saja anak-anak yang
menjadi harapan kita semua sebagai generasi penerus merdekanya bangsa ini,
tidak menjadi seperti hal buruk yang saya bayangkan. Karena tetap saja, baik
dan buruk itu selalu berdampingan. Saya juga mendapat kabar baik, bahwa selama
belajar di rumah anak-anak menjadi lebih rajin memantu orang tua, bangun pada
waktu sepertiga malam untuk berdo’a, membuat karya dengan memanfaatkan
teknologi yang ada dan terus berusaha mengembangkannya.
Dalam kondisi yang
mengkhawatirkan ini, saya melihat secercah harapan yang kemudian akan terang. Saya
percaya.
0 komentar:
Post a Comment