Hujan lagi disini, sementara
disana belum hujan. Bukan salah hujannya, tetapi salah kepalamu berlindung di
bawah langit yang basah. Lalu setelah hujan reda, katanya akan ada pelangi.
Bahkan setelah badai yang memporak-porandakan segalanya hingga luluh lantah
juga akan ada pelangi sebagai pelipur lara. Setelah kita kehujanan apakah
pelangi sudah mulai muncul? Atau akan muncul? Apakah sebaiknya jangan muncul
saja?
Sebaiknya kita, ah kaulah..
kembali belajar lagi. Banyak belajar tentang hujan dan tentang pelangi. Kalau
sudah selesai, maka engkau boleh kembali lagi padaku dan ceritakan mengapa
hingga saat ini pelangi belum juga muncul juga padahal sudah beberapa kali
hujan turun.
Pelangi seperti halnya ideologi.
Bukan hal yang diciptakan oleh negara. Tapi tidak pula sama persis dengan
ideologi. Karena bukan digali dari sana-sini lalu kita sebut falsafah hidup..
alah, aku sekarang sudah menjadi guru pendidikan kewarganegaraan. Sedangkan aku
bukan pula warga negara yang baik. Dan itu sama sekali belum memengaruhi hidupku,
hidupmu, hidup kita, hidup mereka.. sejauh ini.
Apa kabar hujan hari ini? Masih
berupa air atau sudah mengkristal lebih keras dan lebih besar selayaknya
kerikil? Kerakal? Atau hujannya sudah berubah menjadi beribu-ribu pertanyaan
seperti dalam paragraf ini. Biar saja, karena hujan.. siapapun dia, bukan
keinginannya turun tepat di atas kepala kita. Bukan keinginannya menghujani
kita. Sampaikan pada angin. Lalu angin akan meminta kita menyampaikannya lagi
pada tekanan.. lalu bumi berotasi. Inginnya aku saja yang berevolusi, supaya
bumi tidak lelah. Tapi aku juga belum tanyakan pada bumi, apakah ia lelah?
Segala sesuatu bisa menjadi lebih
sederhana.. seperti air yang berubah menjadi hitam karena kopi. Atau seperti angin
yang tidak berwarna. Atau seperti ibu yang tersenyum melihat kita pertama
kalinya. Atau seperti.. hujan. Salah! Hujan sama sekali tidak sederhana. Hujan
lebih hebat dari apapun.
Dia bisa turun disini.. tetapi
tidak disana. Lalu aku menambahkan. Hujan juga bisa turun disana dan disini
secara bersamaan. Lalu hujan juga bisa sama sekali enggan turun padahal kita
sudah mendambanya selama berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, hingga
tahun berganti.. mungkin ketika hujan turun di tahun berikutnya, aku sudah
mati.
Apakah itu rinai dan badai
sekalipun.. tidak akan merubah apapun tentang cintaku pada hujan. Bukan karena
hujan itu romantis, bukan pula karena hujan itu siklus. Tetapi karena tidak ada
hal yang lebih pasti dan pantas aku nantikan selain daripada hujan. Pernah kau
menunggu hujan? Ketika hujan tiba-tiba turun, apa rasanya? Atau bagaimana
keadaanmu bila hujan yang kita tunggu disini ternyata turun disana. Kalau aku,
berurai darah dari kedua mataku.
Mulanya yang akan menjadi judul
dalam tulisan ini adalah hujan pagi buta. Tetapi apakah semua ini terlalu
jelas? Sepertinya aku yang terlalu banyak bertanya.. jangan dijawab. Karena ini
adalah urusanku dengannya, dengan hujan.
Aku harap hujan suatu waktu akan
membawaku hanyut.. membawaku bertemu hujan berikutnya yang bersamanya muncul pelangi.
Tetapi ternyata.. mungkin aku dan hujan sudah terikat janji dalam janji yang
bisa diingat oleh makhluk seperti aku, disini atau tidak sama sekali. Jadi,
meski engkau tanpa pelangi.. meski engkau turun disana sementara aku menunggu
disini.. meski engkau berubah bentuk. Kita akan bertemu. Dan kita telah
bertemu.. kemudian kita bertemu lagi.
0 komentar:
Post a Comment