14 Maret 1973
Katanya hari itu mama dilahirkan, di sebuah kota kecil yang belum pernah saya datangi bahkan hingga hari ini, Kisaran - Sumatera Utara.
Saya sama sekali tidak ingin melalui masa kecil seperti yang mama saya pernah lalui. Merantau kesana-kemari, bahkan sempat pula mama tinggal di tanah pasundan antara 1982 - 1983 ketika Galunggung meletus dengan bunyi dentuman yang sangat kuat. Mama juga pernah tinggal di Lahat, Sumatera Selatan setelah kakek berhenti dari pekerjaannya. Lalu mama kembali ke tanah Batak, kali ini bukan ke Kisaran, tetapi Saribudolok.
Setelah Sipiso-piso, udara semakin sejuk. Kulit langsat mama yang akhirnya diwariskan padaku secara genetik agaknya berkilau disana pada masanya. Mama tumbuh menjadi remaja yang cantik, tetapi untuk kecantikannya itu tidak diwariskan padaku. Tahun berlalu.. Keluarga besar dengan 7 orang anak termasuk pula mama sebagai anak tengah kembali merantau ke Aceh.
1991, di Aceh.
Karena alasan yang seharusnya sudah kita duga apa yang terjadi disana, keluarga itu kembali merantau. Berjalan kaki berkilo-kilo meter hingga sampai ke perbatasan menuju Medan. Mama dan keluarga meninggalkan harta benda berupa rumah dan seisinya untuk bertahan hidup. Di bagian ini, ada yang selalu saya lewatkan untuk ditanyakan.. tentang kisah cinta mama.
1991, di Jambi
Tiba-tiba mama sudah ada di Jambi. Karena ada kakek muda saya yang ternyata sudah terlebih dahulu tinggal di Jambi. Kisah-kisah romantis dimulai.. mama bertemu dengan papa yang sudah pernah menikah sebelumnya. Mama yang kala itu adalah gadis berambut panjang melebihi pinggangnya, bermata coklat, dan berkulit langsat.. jatuh cinta pada papa.
Dengan prosesi yang sederhana. Mereka menikah. dan satu tahun kemudian saya lahir. Tepat satu tahun, antara Idul Adha sampai idul Adha berikutnya.
1994, Jambi - Medan
Ini bagian yang saya lewatkan... Papa membawa saya ke Saribudolok untuk menemui seseorang dan mengembalikan cincin milik mama.
Beliau tidak pernah bertanya mengapa mama tidak kembali.. Beliau juga tidak berusaha merebut mama kembali.. Katanya, aku harus memanggilnya wawak bila kami berjumpa. Hingga hari ini, kami belum pernah berjumpa. Ketika saya mulai faham keadaannya, saya rasa papa keren sekali saat itu.
Hari ini.. 7 tahun berlalu. Umur mama sudah terhenti, tidak bisa bertambah lagi.
Tidak ada teh hangat di atas meja, sebagai satu-satunya persembahan yang bisa saya buatkan untuk mama
Tidak ada telpon satu hari sebelumnya... "besok mama ulang tahun, loh"
Tidak ada yang perlu disesali apalagi diratapi
Teteh, dedek, dan papa...
Kami bertiga sayang mama
Maafkan kami karena belum bisa bersama.
0 komentar:
Post a Comment