Gelap. Terang. Gelap lagi.
Sedikit terang. Lalu aku membutuhkan beberapa menit untuk bangun lagi. Ini
bukan yang pertama, dan percayalah.. bukan ini yang terakhir. Mulanya aku
selalu tak habis fikir mengapa selalu terbangun dalam keadaan seperti ini. Tetapi
itu dulu.. telah lama aku tinggalkan masa membuang-buang waktu dengan mengingat
apa yang terjadi sebelum kesadarannku hilang.
Katanya itu adalah pingsan atau
semaput atau tepar.. apapun itu. Yang aku rasakan saat itu adalah rasa dingin
yang aneh. Kulitku berubah menjadi lebih langsat. Tanganku licin meski tak
basah. Pertama kali aku mengalaminya pada saat pertunjukkan “nasionalisme” yang
rutin dilakukan setiap hari senin. Katanya agar kami menghargai jasa pahlawan
yang telah bersusah payah hingga saat ini merah dan putih bisa berkibar dengan
gagah.. tapi sebenarnya itu dilakukan agar kami selalu bersyukur. Bagiku itu
tentang keimanan, bukan patriotisme. Mungkin karena aku yang berusaha terlalu
“beriman” itu sehingga aku mulai roboh.
Mereka bilang aku belum sarapan..
apakah segelas air setelah bangun tidur dan segelas susu sebelum berangkat
sekolah adalah bukan sarapan? Yang lain bahkan makan nasi sisa kemarin dan lauk
yang sudah dihangatkan hingga legam warnanya. Mereka bilang lagi aku masuk
angin.. aku tidur beralaskan tilam yang lembut dan tebal, selimut yang hangat,
dan mandi dengan air yang segar. Akhirnya mereka bilang aku terlalu serius dan
tegang.. hei. Ini kan upacara. Salahku bila aku menghayati peranku sebagai
peserta upacara?
Hingga akhirnya mereka
menggolongkan aku sebagai makhluk bertekanan darah rendah setelah
berpuluh-puluh kali aku tumbang dimanapun tanpa bisa aku atur. Bahkan sekali
waktu pernah aku tersungkur dalam rakaat-rakaat shalat. Aku kira aku mati...
katanya bila kita mati ketika sedang khusyuk shalat, itulah tanda Allah cinta
pada kita. Alangkah senangnya aku bila mati saat itu. Tetapi aku juga cemas,
memangnya shalatku khusyuk?
Aku ingin cerita tentang yang
paling parah yang pernah aku alami.. tapi rasanya itu tidak adil bagi kejadian
lainnya. Sebaiknya aku ceritakan yang agak jarang aku alami saja.. misalnya aku
harus mendadak roboh di warung makan dengan bonus benturan kepada sekali di
dinding dan sekali lagi di lantai. Lalu pernah juga aku roboh di dalam tempat
foto copy karena lelah berlari menembus hujan. Pernah juga aku roboh saat
hendak membuka pintu kamar, alhasil sebelah mataku harus membiru seperti kena
tonjok dan mata lainnya harus sedikit terluka di bagian alis.
Padahal aku senang berlari..
mendaki.. memanjat.. dan lainnya. Aku memang tidak terlalu suka nasi, tap aku
menggantikannya dengan karbohidrat lain. Bahkan aku adalah unta yang
menghabiskan isi galon dalam waktu satu minggu saja.. dan aku pernah merasa
tidak akan bisa hidup tanpa ultramilk. Mereka bilang sebaiknya aku jadi brand
ambasador mereka. Tapi tetap saja itu terjadi.
Sekarang aku sudah lebih stabil
dan normal seperti idelanya manusia pada umumnya. Aku bahkan sudah bisa donor
darah beberapa kali, itu artinya aku berkapasitas menjadi donatur dan sehat.
Sekali waktu memang itu bisa terjadi lagi. Tapi aku harap bukan disini, di
negeri nan jauh dari.. entah dari apa. Yang jelas aku masih merasa jauh,
mungkin dari keluarga yang darahnya mengalir dalam tubuhku dan yang daging dan
kulitnya membalut tubuhku.