Suatu hari… Ya entah kenapa pula
saya bilang suatu hari, padahal bisa juga suatu ketika, atau sekalian saja pada
zaman dahulu kala.. Ini kisah nyata.
Hari itu setelah waktu magrib
atau isya’ di Kota Semarang, saya sedang dalam persiapan kembali ke Kota Surakarta..
Saya kembali setelah mengurus beberapa surat untuk keperluan penelitian.
Saya menggunakan kendaran
umum, karena akan terlalu melelahkan bila membawa kendaraan pribadi. Jadilah dalam
perjalan pulang itu menggunakan bus yang tak ingin saya sebutkan namanya…
Bukan apa-apa, tapi saya agak lupa nama busnya, tapi
saya memutuskan tidak bertanya padanya, lebih baik ini dirahasiakan saja.. Yang
pasti, ongkosnya adalah Rp 20.000,- lebih murah Rp 5.000 daripada waktu
berangkat dengan bus lainnya.
Dalam perjalanan itu.. Saya
memutuskan untuk “tidak-akan-hidup-seperti-para-perempuan-tangguh-itu”.
Keadaan bus masih lumayan belum
penuh waktu kami berdua naik, tetapi hanya sepasang kursi yang keduanya kosong.
Jadilah kami berdua duduk disitu, tepat
di depan pintu belakang bus dan saya sangat tepat berada di atas ban bus itu.
Sebentar saja.. Bayangkan bagaimana rasanya jadi saya, bus yang agak pengap
karna keringat yang bercampur aduk dengan asap kendaraan, belum lagi asap rokok
yang dihisap oleh kondektur busnya. Tetesan air dari luar jendela sepertinya
gembira sekali mempermainkan wajah saya.. Mual rasanya tapi saya fikir ini
adalah pengalaman yang berharga.
Ternyata saya belum sepenuhnya
benar. Pengalaman yang sangat berharga itu akhirnya saya alami setelah saya
merasa agak terbiasa dengan situasi dan kondisi bus yang sedemikian rupa. Setelah
beberapa menit meninggalkan Ibukota Propinsi Jawa Tengah itu, semakin banyak
penumpang yang naik. Mereka adalah perempuan-perempuan paruh baya, beberapa
diantaranya masih belia, dan mereka berbaju sama. Ah, tentu saja beberapa dari
mereka menggunakan jaket, mala mini cukup dingin.
Awalnya saya tidak terlalu
peduli, karena bagi saya hentakan kursi yang berasal dari ban yang berputar
yang juga menghantam dan melalui jalan berlubang sudah cukup mengganggu. Dalam hitungan
detik saja, saya mulai sadar.. Ternyata bus mulai penuh sesak, bahkan mereka
harus berdiri dengan posisi tertentu agar penumpang lainnya masih bisa masuk.
Perhatian saya mulai fokus. Bukan
pada keringat-keringat mereka. Bukan pula pada wajah-wajahnya.. Tapi pada
pakaian yang mereka kenakan. Dalam beberapa detik, saya sudah dapat
menyimpulkan siapa perempuan-perempuan itu. Mereka adalah perempuan-perempuan
yang sangat tangguh.
Saya tidak pernah berfikir..
Bagaimana jika salah satu dari mereka adalah Mama atau keluarga saya yang
lainnya. Karena mama telah tiada dan tidak pernah mengalami hidup yang begitu.
Jadi saya fikir, mungkin sebaiknya saya membayangkan bila saya saja yang
menjadi salah satu dari mereka.
Ya tentu saja saya sudah pernah
berbagi cerita sebelumnya, mungkin kran air mata saya sudah cukup using.. Harus
diganti.. Atau saya yang terlalu tidak bisa mengendalikan diri, mengendalikan
air mata.. Ya mungkin saja salah satunya. Jadi, saya mulai merasakan air mata
mengalir.. Dengan sungguh-sungguh saya berjanji, “tidak-akan-hidup-seperti-perempuan-tangguh-itu”,
semoga Tuhan mengabulkan.. dan semoga Tuhan memberikan kehidupan yang penuh
berkah untuk kita semua, aamiin.
0 komentar:
Post a Comment