Friday, March 13, 2020

Jurnal

Tidak terasa sudah hampir lima tahun aku berada di kota ini. Bandung dengan segala nikmat lezat kulinernya, warna-warni fashion, dan tentu saja kabut yang di tahun pertama kabutnya putih, bersih, dan dingin, sampai akhirnya di penghujung tahun ini rasanya mulai banyak kabut polusi. Aku tutup ritsleting koper dan bersamaan dengan itu aku hembuskan pula helaan nafas lega. Akhirnya selesai juga.
Ternyata sedikit saja barang-barangku. Baju yang hanya itu-itu saja, badan ndak pula terlalu gemuk, tapi sampai akhir begini tabunganku tinggal sedikit lagi. aku lirik rak kecil di sudut kamar. Oh kiranya disana uang-uangku selama ini berada. Buku-buku sehubungan mata kuliah, ya tentu saja hanya versi copy-nya, lalu selanjutnya rata-rata ditulis oleh NH Dini, beberapa komik, dan sebagian lagi membuatku tercekat karena satu baris penuh berisi buku tentang perempuan dalam Islam. Di baris kedua itu, sampul buku tampak masih rapi. Beda nian dengan buku-buku lainnya yang sudah berulang kali dibaca bahkan mungkin sering tergilas badanku karena tertidur ketika membaca.
Kardus-kardus berdebu juga tak kalah menggemaskan. Harus segera dirapikan tapi debunya aduhai tidak tahan hidungku dibuatnya. Aku buka kardus pertama, hampir saja aku terlonjak kaget. Keluar kecoak dari dalamnya. Pasti isinya adalah barang yang sangat berharga, sampai-sampai aku tidak pernah membuangnya selama hampir lima tahun ini. Isinya adalah beberapa buku catatan, surat-surat edaran yang pernah aku terima dari kampus, dan beberapa jurnal. Ah, ternyata memang berharga, jurnalku. Memang aku punya kebiasaan menulis jurnal.
Jurnal berwarna hijau muda. Aku ingat ini aku beli di bandara sesaat sebelum kutinggalkan kotaku, ayahku, ibuku, adikku, rumahku, teman-temanku, guru-guruku, jalan-jalan yang pernah aku lalui, mamang penjual martabak favoritku, ibu penjual bubur ketan hitam, es kelapa muda di tepian sungai paling besar di kotaku, dan tentunya semua kenangan yang pada akhirnya selalu aku rindukan sampai hari ini.

15 Agustus 2003
Aku harus kemana? Entah aku yang terlalu kecil ataukah kota ini yang terlalu besar.
Karena aku tidak dibekali uang untuk membeli rumah, baiklah besok aku cari kosan.

Hahahaha, ternyata aku sudah hampir lupa dengan hari itu. Pertama kali aku datang ke Bandung, aku belum ada tempat tinggal, tapi sudah ada tujuan sementara. Salah seorang kerabat menawarkan salah satu kamar di rumahnya agar aku bisa istirahat dan mulai mencari kost keesokan harinya. Mereka dengan senang hati menerimaku, namun jaraknya cukup jauh dari kampus, maka dengan berat hati namun dengan maksud tulus aku menolak tawaran mereka.
Keesokan harinya aku bisa langsung pindah kost. Karena seorang teman sekolahku, yang juga akan menjadi teman sekelasku di kampus, sepanjang hari menemani mencari kost, aku jadi merasa lebih riang, belum terasa rindu yang aku ceritakan di awal tadi. Rupanya perasaan-perasaan itu datang menyerap tepat di malam kedua aku di kamar baru.

17 Agustus 2003
Sepi. Sepi. Sepiiiii. Dirgahayu Indonesia. Kau sudah merdeka dan aku belum. Bagaimana aku bisa mengisimu. Sementara aku saja sedang tertekan.
Ayah dan ibu sedang apakah? Aku rindu.

Setelah Agustus di tahun itu, aku mulai sibuk dengan kegiatan kampus. Bergabung dengan organisasi yang membantuku lebih dekat dengan hal-hal yang pada dasarnya aku sukai seperti hutan, gunung, tebing, sungai, pantai, dan gua. Nilai-nilaiku tetap baik, aku bahkan menerima beasiswa. Ayah memberikan bonus uang jajan yang dengan senang hati kuterima dan kupakai untuk liburan ke Yogyakarta.
Pada beberapa lembar selanjutnya aku lihat potongan tiket bioskop yang sudah memudar tulisan judul filmnya. Tiket kereta api seharga dua puluh tujuh ribu yang sudah susah payah kudapatkan tiketnya namun tetap saja aku tidak dapat tempat duduk. Kereta api kelas ekonomi saat itu membuatku merinding, selama masih ada ruang untuk berdiri makan setiap orang akan masuk, segala macam pedagang berebutan masuk tiap kali berhenti di stasiun-stasiun kecil di sepanjang perjalanan.
Ada juga cetakan foto yang membuatku mual melihat gayaku. Meski akhirnya aku tertawa geli juga membayangkan bahwa aku pernah sekonyol itu. Ada aku dan dua orang sahabatku, orang-orang yang sabar mendekatiku sampai akhirnya aku membuka hati dan menerima uluran tangan persabahatan yang tulus dari mereka. Hari ini saat aku membuka jurnal ini, mereka sudah kembali ke kampung halaman masing-masing. Mereka sudah lebih duluan lulus daripada aku, Amel sudah akan menikah, sedangkan Lona kabarnya akan melanjutkan studi master. Aku turut bahagia dan bangga pada pencapaian yang telah mereka lakukan.
Tahun 2004 aku semakin jarang menulis. Mungkin karena saat itu tugas kuliah semakin banyak, selain itu aku juga sambil bekerja mengajar les. Aku hanya menuliskan beberapa rencana awal tahun, target bulanan, dan tentang hal-hal baru yang aku alami. Sepertinya aku semakin dewasa, sedikiti nian aku lihat keluh kesah di sepanjang tahun 2004.

5 September 2004
Aku perlu istirahat. Pusing. Teman-temanku curhat tentang orang yang mereka sukai.
Mungkin aku juga akan suka pada seseorang nantinya.
Tapi aku pusing, karena disukai oleh orang yang tidak aku sukai.
Semoga penghujan segera berlalu.

Telah sampai padaku sebuah salam perkenalan dari orang yang sudah pula aku kenal. Kami bertemu beberapa kali di kampus, pada bahasa tubuh budaya timur kami sudah saling bertegur sapa. Salam itu aku terima. Hal kecil bagiku kiranya sesuatu yang besar bagi orang lain. Dia terus mengikutiku, membawakanku banyak makanan manis, membantuku dengan suka rela untuk menyelesaikan tugas, namun aku bergeming.

10 Oktober 2004
Kenapa aku tidak boleh pacaran? Dulu katanya anak sekolah jangan pacaran, sekarang kan bukan lagi.
Apa aku diam-diam pacaran saja? Apa ayah dan Ibu akan tahu kalau aku diam-diam pacaran?
Lagipula tahun ini aku belum ingin pulang. Aku ingin liburan.

Pada akhirnya aku tidak jadi pacaran. Hampir setiap akhir pekan aku pergi atas nama “liburan”, kadang-kadang aku membolos untuk kuliah. Seringkali datang terlambat, namun aku tetap berusaha memenuhi tugas dengan baik. Nilaiku tetap stabil.

12 Oktober 2004
Tiba-tiba ibu telpon, tanya kabarku. Rupanya seminggu kemarin aku selalu mengabaikan telpon dari rumah.
Beberapa hari ini kondisi ibu kurang baik. Parahnya sudah dua hari ayah tidak pulang.
Aku harus lebih sering telpon mereka.

Ibu bukan orang yang bermewah-mewah dalam hidupnya, aktivitas sosialnya juga terbatas pada kegiatan Pendidikan, pertanian, dan pengajian. Semangatnya membara untuk berangkat mengaji sepanjang ada izin dari ayah. Dari ibu pula tubuhku punya alarm bangun setiap dini hari untuk mandi dan kemudian berdo’a. Ibu sering bilang, kita tidak pernah tahu sampai kapan kita punya banyak uang, harus latihan dari sekarang. Itu adalah hari pertama ibu mengajakku untuk berpuasa berselang yang ternyata namanya adalah puasa Daud.

13 Oktober 2004
Ayah menelponku tadi siang. Tampaknya situasi di rumah sangat kacau.

Setelah hari itu, sepanjang Oktober berlalu dengan telpon yang terus bergantian masuk. Benar-benar keluarga yang sangat sibuk. Aku butuh liburan. Awal November aku sudah punya beberapa destinasi. Liburan kali itu aku tidak pulang lagi.

8 November 2004
Akhirnya aku pulang.

……………………

9 November 2004
Ternyata rumahku luas dan bisa menampung banyak orang. Orang-orang yang tidak aku kenal.

……………………

10 November 2004
Rumah tidak sekacau yang aku bayangkan. Aku saja yang paling kacau disini.

Air mataku jatuh menetes di atas lembaran jurnal. Merusak tintanya. Tapi masih bisa aku baca.

11 November 2004
Aku kembali ke Bandung hari ini. Entah kapan aku sanggup untuk pulang lagi.

Aku pastikan barang-barangku hari ini tidak akan bisa aku selesaikan. Tersungkur aku di antara kardus-kardus penuh debu. Hari ini aku sudah tahu akan kemana kubawa barang-barangku. Aku akan merubah rencana penerbanganku. Aku harus pulang.

====
Aku sudah di rumah dengan perasaan yang lebih segar. Meskipun sekarang aku sendirian.
Di jurnal hijau muda tahun 2003 – 2004 itu, ada satu halaman yang sengaja aku lipat dan akhirnya kini aku buka lagi.

7 November 2005
Benarkah mama telah pergi?
====

=========
P.s.
  1. Selamat tanggal 14 Maret, Ma.
  2. Ini fiksi lhooo
  3. Kenapa tahun 2003? Mungkin karena senyum mbak yang kukenang waktu di dalam masjid
  4. Baiknya kita pada orang tua saat ini, tidak akan sepadan dengan kasih sayang dan pengorbanan yang telah mereka berikan dan lakukan untuk kita
  5. Jaga kesehatan jiwa, raga, dan iman
  6. Jangan pacaran sebelum menikah
  7. Sopan dan santun pada orangtua
  8. Jangan cuek kalau orangtua telpon, jawab!
  9. Sampai sekarang aku masih menulis jurnal pribadi


0 komentar:

Post a Comment

 

Notes Of Gea Template by Ipietoon Cute Blog Design