“Geography Get Gold and Glory (4G)”
Oleh: Ineu Handayani, S.Pd.,Gr.
Geografi adalah ilmu yang
mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan
atas fenomena fisik, dan manusia di atas permukaan bumi. Kalimat itu akan mudah
kita temukan ketika menyebutkan kata kunci “geografi adalah” pada mesin pencari
di media daring. Kata awal Geo dalam
geografi berarti Bumi. Sebagai makhluk penuh dengan rasa ingin tahu, maka
sangat wajar bila akhirnya ilmu tentang bumi (geografi) terus berkembang
bersama dengan ilmu lainnya sesuai dengan falsafah ilmu.
Penelitian dalam bidang geografi
(fisik maupun sosial) terus berkembang. Geografi juga dikenal sebagai Mother of science, yaitu ibu dari segala
ilmu lainnya. Membicarakan kondisi sumberdaya alam Indonesia yang melipah,
berarti kita sedang berbicara dalam lingkup geografi. Bencana alam yang rentan
terjadi di Indonesia juga dikaji dalam geografi. Bahkan meninjau lebih jauh
mengenai Indonesia yang multikultur dan tersebar dari Sabang sampai Merauke
juga merupakan kondisi sosial yang dipelajari dalam geografi. Tentu saja untuk
mempelajari itu semua perlu ilmu-ilmu lain yang lebih spesifik agar lebih
komprehensif dalam mengaplikasikan konsepnya.
Cakupan materi yang sangat luas
tentang geografi sebagai ilmu dan
pengetahuan merupakan bagian yang wajib diajarkan kepada anak-anak Indonesia
terutama dalam pendidikan formal. Kurikulum pendidikan di Indonesia memasukkan
geografi ke dalam rumpun ilmu-ilmu sosial (Jurusan IPS) yang dipelajari oleh
siswa di jenjang SMA/SMK/MA. Selain itu, geografi tetap dapat dipelajari oleh
siswa dengan jurusan ilmu-ilmu alam (Jurusan MIPA) melalui program lintas
minat.
Saya adalah seorang guru geografi di
salah satu sekolah swasta yang ada di Kabupaten Tangerang dengan ciri khas
kegiatan rutin bermuatan religi sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari siswa
setelah lulus selain mendapatkan bekal ilmu dan pengetahuan umum. Perjalanan
karir saya di sekolah ini baru seumur jagung, namun tidak menjadi hambatan bagi
saya untuk maju dan berkembang. Selain menerima hak dan menjalankan
tanggungjawab sebagai salah satu guru mata pelajaran geografi, saya diberi
amanah lain yaitu sebagi pembimbing ekstrakurikuler geografi.
Ektrakurikuler seperti yang pada
umumnya dipahami oleh kita bersama adalah kegiatan tambahan di luar jam
pelajaran siswa di sekolah dengan muatan skill
maupun softskill yang tentunya
sangat bermanfaat bagi siswa sesuai usia tumbuh dan kembangnya secara sosial
dan emosional. Sementara hal yang berhubungan dengan mata pelajaran biasanya
ada pembinaan khusus untuk persiapan olimpiade dan semacamnya. Ketika ada
ekstrakurikuler geografi di sekolah ini dan ternyata saya yang bertanggungjawab
menjadi pembimbingnya, yang saya lakukan adalah menerimanya dan kemudian
bertanya karena heran, “Mata pelajaran ini dijadikan ektrakurikuler?”.
Konsep yang saya siapkan untuk
kegiatan ekstrakurikuler geografi pada awalnya adalah belajar untuk
mempersiapkan diri menghadapi setiap ajang olimpiade yang dapat diikuti oleh
siswa melalui sekolah. Saya juga mulai berani menuliskan dalam bentuk draf
kegiatan ini dan itu yang tentu saja masih merupakan bagian dari naluri dan
imajinasi sebagai seorang guru geografi. Sekolah yang terbilang masih baru ini
belum punya banyak pengalaman dalam bidang olimpiade geografi. Ini adalah
pengalaman pertama bagi saya.
Mata pelajaran geografi yang saya
ampu ternyata memang terdaftar sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di
sekolah ini. Dua jam pertemuan dalam satu minggu, setiap hari Sabtu. Pada awal
semester ganjil tahun ajaran 2018/2019 pendaftaran setiap bidang ektrakurikuler
dibuka. Ada juga seorang siswa yang menemui saya secara langsung dan menyatakan
ingin bergabung dalam ekstrakurikuler geografi. Tentu saja itu merupakan pemicu
semangat yang baik sebagai permulaan. Saya bahkan sempat menyiapkan soal untuk
seleksi penerimaan anggota ektrakurikuler. Hingga hari ini ternyata soal yang
telah saya siapkan itu tidak terpakai.
Anggota ektrakurikuler geografi pada
pertemuan pertama adalah 4 orang. Satu orang adalah siswa yang menemui saya
sebelum pendaftaran dibuka dan kemudian dia mengajak dua orang temannya, dan
ditambah satu orang lagi yang juga secara sukarela bergabung dalam
ektrakurikuler geografi. Pada pertemuan pertama itu saya banyak tersenyum, sama
sekali tidak membahas soal-soal geografi. Kami menghabiskan waktu dua jam
pertemuan dengan berkenalan dan menentukan beberapa peraturan untuk seterusnya
ditaati bersama dan menerima ide-ide dari mereka untuk beberapa kegiatan yang
juga akan dilakukan dalam ekstrakurikuler ini.
Jumlah anggota yang tidak seperti
dalam bayangan saya itu membuat saya harus mengatur ulang draf kegiatan.
Setelah banyak membaca dan lebih banyak bertanya kemudian berdiskusi dengan
beberapa rekan sejawat, akhirnya saya memutuskan fokus utama kegiatan
ekstrakurikulier ini adalah olimpiade dan outdoor
study. Fokus pada olimpiade berarti menyiapkan kemampuan dalam ranah
koginitif atau pengetahuan siswa. Sedangkan outdoor
study akan kami manfaatkan untuk belajar dari alam, bahwa geografi itu
sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, sangat kontekstual.
Pertemuan kedua, jumlah anggota
bertambah menjadi tujuh orang. Saya semakin semangat menyampaikan materi. Semua
anggota tampak dapat menerima materi dengan baik. Beberapa dari mereka
mengajukan pertanyaan. Tetapi hampir setiap kali saya mengajukan pertanyaan,
mereka memilih bungkam. Seketika saya merasa ini mirip dengan kasus
pembelajaran di kelas-kelas yang rasanya rata di seluruh Indonesia. Anak-anak
tidak mau menjawab karena tidak tahu jawabannya, tidak percaya diri, dan tidak
mau dinilai sok tahu.
Saya mulai paham bagaimana medan
yang akan kami arungi bersama dalam kapal kecil di samudera yang luas. Pihak
sekolah dan tentunya juga saya sebagai seorang pembimbing mempunyai target dan
ekspektasi yang tinggi terhadap anak-anak. Sejak awal pertemuan, seringkali jam
ekstrakurikuler ini menjadi kelas bimbingan belajar untuk anak-anak. Materi
yang sudah diterima di kelas X mereka lupa, materi yang akan diberikan saat
mereka kelas XII, belum mereka baca. Betapa pentingnya budaya membaca. Maka
strategi yang saya pilih untuk mengatasi permasalahan materi adalah dengan
memaksa mereka untuk membaca. Setiap soal yang saya berikan harus diselesaikan dengan
terlebih dahulu membaca materinya. Mencari tahu melalui buku-buku yang mereka
miliki, melalui buku di perpustakaan, dan yang paling mudah adalah melalui
internet.
Fokus pertama dalam kegiatan
ekstrakurikuler geografi adalah olimpiade. Saya pernah mengajukan pertanyaan
klasik pada anggota ekstrakurikuler, “Apakah kalian ingin mengikuti ajang
olimpiade mulai dari tingkat kabupaten dan seterusnya?”. Tentu saja jawaban
mereka ingin dan sangat ingin. Beberapa jawaban terdengar optimis, ada juga
yang menjawab sekedarnya, dan ada juga yang merasa ragu akan mampu untuk
mengikutinya. Ekstrakurikuler kami seperti bumi, berdinamika dan banyak masalah
yang perlu dicari jalan keluarnya.
Saya harus peka dalam menerima dan
juga memberikan sinyal pada mereka. Terkadang saya merasa kami tidak berada
pada frekuensi yang sama. Pada saat itulah saya merumuskan 4G, Geography Get Gold and Glory. Ternyata
kata-kata itu bisa menjadi kekuatan untuk mereka yang pada akhirnya juga
menjadi kebahagiaan bagi saya. Menjadi pembimbing ektrakurikuler dan juga guru
di sekolah yang sama membuat saya membuat saya menjadi melankolis. Saya melihat
sisi lain perjuangan anak-anak.
Satu semester pertama kami terus
rutin membahas soal dan penjelasan materinya. Jumlah anggota sekarang adalah sembilan
orang. Selain kegiatan di kelas, kami juga membagi waktu untuk menjalankan
fokus kedua yaitu outdoor study.
Meskipun untuk kegiatan lapangan belum berlangsung secara maksimal, kami sempat
melakukan pembuatan video mengenai geografi baik yang ada di wilayah Kabupaten
Tangerang sebagai lingkungan tempat tinggal kami maupun video yang sifatnya
media pembelajaran dan juga informasi tentang geografi. Ini adalah pencapaian
pertama bagi beberapa orang anak yang mendaftarkan videonya. Saya sebagai guru
pembimbing melakukan segala sesuatunya
semaksimal mungkin. Karena jika saya tidak maksimal, maka itu sama artinya
dengan tidak menghargai usaha anak-anak. Penghargaan tidak harus berupa medali,
uang, dan materi lainnya. Sanjungan, dukungan, saran, bahkan kritik yang
membangun juga merupakan wujud penghargaan untuk setiap usaha yang dilakukan
oleh anak-anak.
Pada awal bulan Desember 2018 empat
orang anggota ekstrakurikuler geografi dinyatakan lolos mengikuti seleksi tahap
awal dan berhak mengikuti olimpiade tertulis pada tahun 2019 dalam olimpiade
geografi SMA dalam wialayah Asia Tenggara yang diselenggarakan oleh salah satu
perguruan tinggi negeri di Jawa Barat. Mereka mulai mengajukan tambahan jadwal
belajar. Ini merupakan kemajuan yang baik. Anggota ekstrakurikuler yang semula
berjumlah empat orang saja hingga kemudian akan mengikuti sebuah ajang
perlombaan untuk pertama kalinya. Saya sungguh berbahagia.
Ekstrakurikuler 4G di sekolah kami,
sekarang sudah tidak seperti bimbingan belajar lagi. Tetapi sudah menjadi
sebuah rumah, tempat bagi anak-anak anggota ektrakurikuler pulang dan
menceritakan pembelajaran geografi di kelas sesungguhnya, mengerjakan PR,
membahas soal ujian nasional, membahas soal olimpiade, membahas masalah-masalah
lingkungan yang ada di bumi saat ini. Rasa jenuh dan lelah tentu saja akan ada,
namun ketika kami merasakan hal itu, kami akan mengingat kalimat bijak dari
Imam Syafi’i, “Jika kau tak tahan
lelahnya belajar, maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan.”
Seperti bumi yang tidak bosan melakukan rotasi dan juga bumi yang pada saat
bersamaan tidak lelah melakukann revolusi, kami tidak mengizinkan kata
“menyerah” untuk hadir di antara kami.