Pagi ini saya
buka twitter dan ada taggar yang sudah lama nian membuat saya penasaran. Dulu sebelum
saya menikah, beberapa orang teman menyarankan untuk mengunduh aplikasi
tersebut untuk bertemu orang-orang baru dan berkenalan, lebih jauh lagi bisa lanjut
pada hal-hal yang dikehendaki jika ada kecocokan. Beta ambigunya saran itu bagi
saya. Apakah kamu sudah tahu salah satu taggar yang menjadi salah satu tranding
topic hari ini di twitter? Jika belum, dengan suka rela akan saya beritahukan. Taggar
itu adalah #tinder.
Aplikasi
yang mulai diluncurkan pada tahun 2012 itu sampai saat ini masih populer, atau
bahkan semakin populer. Menurut saya,
itu aplikasi yang pintar. Terhubung melalui facebook yang rata-rata manusia di
dunia ini menggunakannya, kemudian menganalisis data yang diunggah dengan suka
rela oleh penggunanya. Namun setelah saya tilik kembali, saat ini memang
begitulah cara kerja internet. Mulanya saya heran, bagaimana iklan-iklan di media
sosial yang saya gunakan bisa begitu tepat dengan yang saya butuhkan? Saya hanya
mencari satu kali kemudian mereka menawarkan beragam produk serupa sehingga
membuat saya kebingungan untuk memilih. Saya jadi khawatir pada apa saja yang pernah
saya ungguh di media sosial saya.
Tinder
bukan aplikasi mencari jodoh, tapi aplikasi pertemanan. Meskipun tidak sedikit
saya menemukan artikel atau utas yang membagikan pengalaman mereka yang
akhirnya menikah setelah berkenalan di aplikasi tersebut. Berdasarkan hasil
penelitian, rata-rata pengguna akan menghabiskan waktu satu setengah jam di
aplikasi itu. Waktu yang cukup lama, bisa digunakan untuk ujian satu mata pelajaran,
membaca buku sekitar 10-20 halaman, atau membakar kalori dengan olahraga. Saat ini
bahkan ada fitur-fitur premium yang dapat dinikmati oleh penggunanya.
Sayang
sekali hal yang membuat tinder menjadi bahan pembicaraan saat ini bukan karena
hal positifnya, melain hal negatif. Telah terjadi kasus pembunuhan dan berita mengabarkan
bahwa antara pelaku dan korban saling kenal melalui tinder. Dalam konteks
kejahatan, tentu saja tinder bukan pelakukanya, kan? Tapi aplikasi itu terus
ditulisankan dalam taggar #tinder. Tentu saja itu bukan satu-satunya kasus
kriminal yang berhubungan dengan tinder, ada beberapa masalah lain yang juga
mengkhawatirkan mulai dari internal hingga masalah eksternal yang melibatkan
pihak ketiga. Meskipun saya belum menemukan alasan pastinya, tapi saya telah
membaca beberapa berita yang menyebutkan ada negara di dunia ini yang memblokir tinder di negaranya.
Sebenarnya,
tentu saja bukan tinder yang salah. Aplikasi yang telah berkembang pesat
seperti tinder dan lain sebagainya tentu mempertaruhkan kredibilitasnya jika
sembarangan mempublikasikan data pengguna. Lain halnya jika pengguna itu sendiri
yang secara suka rela terhubung dengan orang-orang baru. Sama halnya dengan kasus
kriminal yang terjadi di Jakarta baru-baru ini, niat jahat memang sudah
tertanam dalam hati dan otak para pelakunya. Tentunya kita bisa saja menjadi
korban atau bahkan pelaku. Terlebih dalam masa yang belum stabil seperti sekarang
ini, kondisi ekonomi sebelum masa pandemi saja kita tahu belum merata
pertumbuhannya, apalagi pada saat pandemi dimana beberapa bidang usaha perlu
dibatasi terlebih dahulu.
Sebagai
orang tua, tentu saja saya prihatin dengan kondisi sehubungan dengan taggar
#tinder saat ini. Saya khawatir pada anak-anak saya, yang bisa saja belum bijak
dalam menggunakan media sosialnya sehingga membuka kesempatan bagi orang yang
punya niat jahat. Proteksi itu tidak cukup dari si anak saja, dari kita di rumah
sebagai orang tua, dari guru di sekolah, dan tentu saja dari lingkungan bermain
dan belajar yang kita berikan pada anak-anak. Saya harap anak-anak tumbuh
dengan pesat sewajarnya usia tumbuh kembangnya, kalaupun ada yang berbeda boleh
saja itu dikarenakan kemampuan intelektualnya yang di atas rata-rata. Tentunya saya
dan semua orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk anak dan diterima
dengan baik pula oleh anak.
Semoga
anak-anak dan juga kita semakin mawas diri, berhati-hati untuk berkomunikasi
dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya. Membangun jejaring memang penting,
tetapi bertemu dengan orang yang tepat itu lebih penting.
0 komentar:
Post a Comment