Friday, September 18, 2020

I "Swipe" You on #tinder

 

Pagi ini saya buka twitter dan ada taggar yang sudah lama nian membuat saya penasaran. Dulu sebelum saya menikah, beberapa orang teman menyarankan untuk mengunduh aplikasi tersebut untuk bertemu orang-orang baru dan berkenalan, lebih jauh lagi bisa lanjut pada hal-hal yang dikehendaki jika ada kecocokan. Beta ambigunya saran itu bagi saya. Apakah kamu sudah tahu salah satu taggar yang menjadi salah satu tranding topic hari ini di twitter? Jika belum, dengan suka rela akan saya beritahukan. Taggar itu adalah #tinder.

                Aplikasi yang mulai diluncurkan pada tahun 2012 itu sampai saat ini masih populer, atau bahkan semakin populer.  Menurut saya, itu aplikasi yang pintar. Terhubung melalui facebook yang rata-rata manusia di dunia ini menggunakannya, kemudian menganalisis data yang diunggah dengan suka rela oleh penggunanya. Namun setelah saya tilik kembali, saat ini memang begitulah cara kerja internet. Mulanya saya heran, bagaimana iklan-iklan di media sosial yang saya gunakan bisa begitu tepat dengan yang saya butuhkan? Saya hanya mencari satu kali kemudian mereka menawarkan beragam produk serupa sehingga membuat saya kebingungan untuk memilih. Saya jadi khawatir pada apa saja yang pernah saya ungguh di media sosial saya.

                Tinder bukan aplikasi mencari jodoh, tapi aplikasi pertemanan. Meskipun tidak sedikit saya menemukan artikel atau utas yang membagikan pengalaman mereka yang akhirnya menikah setelah berkenalan di aplikasi tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata pengguna akan menghabiskan waktu satu setengah jam di aplikasi itu. Waktu yang cukup lama, bisa digunakan untuk ujian satu mata pelajaran, membaca buku sekitar 10-20 halaman, atau membakar kalori dengan olahraga. Saat ini bahkan ada fitur-fitur premium yang dapat dinikmati oleh penggunanya.

                Sayang sekali hal yang membuat tinder menjadi bahan pembicaraan saat ini bukan karena hal positifnya, melain hal negatif. Telah terjadi kasus pembunuhan dan berita mengabarkan bahwa antara pelaku dan korban saling kenal melalui tinder. Dalam konteks kejahatan, tentu saja tinder bukan pelakukanya, kan? Tapi aplikasi itu terus ditulisankan dalam taggar #tinder. Tentu saja itu bukan satu-satunya kasus kriminal yang berhubungan dengan tinder, ada beberapa masalah lain yang juga mengkhawatirkan mulai dari internal hingga masalah eksternal yang melibatkan pihak ketiga. Meskipun saya belum menemukan alasan pastinya, tapi saya telah membaca beberapa berita yang menyebutkan ada negara di  dunia ini yang memblokir tinder di negaranya.

                Sebenarnya, tentu saja bukan tinder yang salah. Aplikasi yang telah berkembang pesat seperti tinder dan lain sebagainya tentu mempertaruhkan kredibilitasnya jika sembarangan mempublikasikan data pengguna. Lain halnya jika pengguna itu sendiri yang secara suka rela terhubung dengan orang-orang baru. Sama halnya dengan kasus kriminal yang terjadi di Jakarta baru-baru ini, niat jahat memang sudah tertanam dalam hati dan otak para pelakunya. Tentunya kita bisa saja menjadi korban atau bahkan pelaku. Terlebih dalam masa yang belum stabil seperti sekarang ini, kondisi ekonomi sebelum masa pandemi saja kita tahu belum merata pertumbuhannya, apalagi pada saat pandemi dimana beberapa bidang usaha perlu dibatasi terlebih dahulu.

                Sebagai orang tua, tentu saja saya prihatin dengan kondisi sehubungan dengan taggar #tinder saat ini. Saya khawatir pada anak-anak saya, yang bisa saja belum bijak dalam menggunakan media sosialnya sehingga membuka kesempatan bagi orang yang punya niat jahat. Proteksi itu tidak cukup dari si anak saja, dari kita di rumah sebagai orang tua, dari guru di sekolah, dan tentu saja dari lingkungan bermain dan belajar yang kita berikan pada anak-anak. Saya harap anak-anak tumbuh dengan pesat sewajarnya usia tumbuh kembangnya, kalaupun ada yang berbeda boleh saja itu dikarenakan kemampuan intelektualnya yang di atas rata-rata. Tentunya saya dan semua orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk anak dan diterima dengan baik pula oleh anak.

                Semoga anak-anak dan juga kita semakin mawas diri, berhati-hati untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya. Membangun jejaring memang penting, tetapi bertemu dengan orang yang tepat itu lebih penting.

               

 

Notes Of Gea Template by Ipietoon Cute Blog Design