Tuesday, June 16, 2020

Patah Hati atau Jatuh Hati, Siapkah?

Patah hati adalah suatu peristiwa… apa sih, susah nian aku deskripsikan. Sebagian besar orang-orang yang aku kenal akrab, pernah patah hati karena berbagai hal. Aku pun pernah dan itu membuatku sadar memang benar rapuh nian hati ini. Makan cilok, tinggal satu yang paling besar dan isi telur itu sengaja dimakan terakhir, tiba-tiba tusuknya ndak kuat dan cilok jatuh ke tanah. Begitu saja bisa patah hatiku.

Bagaimana kalau hal lainnya tentang perasaan, apa aku mampu menghadapinya?

Meskipun sadar betul, setiap harapan akan berlabuh pada “sesuai” atau “tidak sesuai” dengan kenyataan. Pernah aku ingin nian lulus ujian (ah ini sudah terlalu sering aku ceritakan), seperti biasa aku sangat giat, menambah jam belajar, mengurangi jam yang tidak penting, bahkan makan pun bukan hal yang penting saat itu. Aku tahu hasil ujian hanya akan ada dua yaitu lulus atau tidak lulus. Ternyata aku tidak lulus, nah disitu rasanya berat nian. Telapak tanganku panas dingin, lutut lemas, telingaku panas, serta berbagai perasaan tidak nyaman lainnya. Setelah aku berusaha dan berjuang begitu lama, hasilnya tidak sesuai dengan harapanku.

Itu adalah hasil terbaik untukmu dari Allah. Kalimat itu, selalu aku gunakan untuk menguatkan hati. Tapi memanglah imanku ini bukan lagi seperti wahana roler coaster, ini sudah seperti histeria di dufan. Naik turunnya sama-sama mendebarkan. Aku malu.

Maaf kamu belum lulus… maaf kamu terlalu baik buatku… maaf kita tidak bisa lanjutkan cerita ini… maaf saldo anda tidak cukup… maaf kamu terlambat… maaf.

Meskipun diawali dengan maaf, tetap saja akhirnya membuat patah hati. Pemberatnya lagi adalah ketika prosesnya lama. Deritanya karena patah hati akan semakin terasa. Padahal ketika jatuh hati, aku begitu menggebu dan giat melakukan ini dan itu. Saat patah hati, sulit lagi untuk bangkit. Bahkan ada juga yang sampai putus asa. Semoga kita tidak begitu. Karena Allah subhanahu wa ta’ala tidak suka pada hamba-Nya yang berputus asa.

Tapi ada lagi macam anugerah yang Allah berikan, yaitu jatuh dan patah pada saat yang hampir bersamaan. Misalkan, aku sudah menyiapkan uang untuk beli cilok favorit di sore hari yang mendung dan harus berjalan dengan cepat agar segera membeli cilok dan tidak kehujanan. Ternyata pedagang ciloknya sedang libur, aku kecewa. Di perjalanan pulang, kehujanan pula. Semakin kecewa. Tapi sesampainya di rumah, kisahku hanya sebatas… “Aku tadi udah buru-buru jalan kesana, eh tutuuup” atau “Kesalnya, cilok ndak dapat malah kehujanan pula”. Pendek saja kemudian berlalu.

Bagaimanapun aku siapkan diriku, tetap saja ketika sampai masanya hatiku harus patah atau aku jatuh hati, aku tetap terkejut. Tapi kembali lagi pada pertanyaan di atas, apakah aku mampu menghadapinya?

Kalaulah tidak mampu, terus kenapa sampai hari ini masih bisa tertawa lagi? Setelah aku lihat lagi, aku baca ulang setiap catatan harianku, aku lihat tanda untuk momen penting, ternyata Allah begitu baiknya memapukan aku. Kalian juga, seperti yang sudah banyak dan sering orang bilang, patah hati bukan alasan menjadikan kita keras hati atau bahkan tidak punya hati. Baik jatuh hati maupun patah hati, keduanya adalah bukti kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala. Cepat atau lambat, kita akan melaluinya. Kalau jatuh hati bisa membuat kita lebih baik dan patah hati bisa kita lalui dengan cepat, alangkah ruginya kalau kita terlena pada merah merona jatuh hati dan/atau terlarut pada kelabunya patah hati.

Awal 2018 lalu aku menulis, patah hatiku sebab tidak lulus ujian semacam tidak ingin ikut ujian apapun lagi. tapi banyak orang yang mendukungku, dan aku hidupkan kembali semangatku. Kemudian Allah berikan aku kelulusan. Kemudian di awal 2019 hatiku ceria, meskipun sepanjang  tahun 2019 aku juga jatuh dan patah berulang kali. Nyatanya aku sampai juga di awal tahun 2020 sampai hari-hari terus berlalu. Jatuh hatiku…


 

Notes Of Gea Template by Ipietoon Cute Blog Design